Urgensi Penguatan Komisi Yudisial
Keberadaan Komisi Yudisial dianggap menimbulkan kehawatiran bagi kalangan pelaku kekuasaan kehakiman. Hadirnya Komisi Yudisial bisa menimbulkan dan membahayakan independensi hakim dalam memutus sebuah perkara, padahal jika dicermati antara independensi hakim merupakan hal yang berbeda dengan perilaku hakim.
Kebebasan hakim dalam memutus perkara itu lebih kepada teknis yudisial, sedangkan perilaku hakim terdapat dalam ranah non-yudisial. Ranah tersebut yakni setiap perbuatan hakim dapat mempengaruhi integritas dan komitmen hakim dalam mewujudkan peradilan yang mandiri dalam rangka mencapai tujuan hukum itu sendiri.
Oleh sebab itu, yang perlu diperhatikan yakni mendorong penguatan Komisi Yudisial supaya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya Komisi Yudisial sebagai salah satu lembaga negara yang bersifat penunjang (auxiliary organ) terhadap kekuasaan kehakiman, diharapkan infrastruktur sistem etika perilaku perilaku dapat bertumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.
Aspek Kelembagaan Komisi Yudisial
Kendatipun Komisi Yudisial merupakan lembaga yang hanya bersifat penunjang. Namun demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Komisi Yudisial mempunyai kedudukan yang setara dengan lembaga negara lain seperti Presiden MPR; DPR; DPD; MK; MA; dan BPK. Memang sekalipun pengaturannya ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 diatur dalam bab IX yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman, sehingga Komisi Yudisial mempunyai kedudukan yang sangat kuat.
Namun, kewenangan yang ada pada Komisi Yudisial cenderung bergantung dan membutuhkan tindak lanjut lembaga lain, karena Komisi Yudisial tidak mempunyai kewenangan eksekutorial atau Komisi Yudisial hanya memberikan yang sifatnya hanya rekomendasi. Untuk itu perlu dilakukannya revisi Undang-Undang Komisi Yudisial tentang posisi penting dalam mengawasi perbuatan hakim.
Menurut Peneliti Indonesia Legal Roundtabel, Andri Gunawan, memberikan masukkan agar supaya Komisi Yudisial tidak hanya berkonsentrasi pada revisi Undang-Undang Komisi Yudisial. Melainkan, juga memperhatikan RUU yang berkorelasi dengan tugas Komisi Yudisial, seperti halnya RUU Mahkamah Agung, RUU Contempt of Court, RUU Penyadapan, dan RUU jabatan hakim.
Tujuan dari revisi Undang-Undang Komisi Yudisial selain untuk mengembalikan taji lembaga independen tersebut tetapi juga dalam rangka mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas dari praktik KKN. Sehingga, stigma negatif masyarakat terhadap peradilan mulai berkurang.