Saat ini, kecerdasan buatan belum menggantikan hakim dalam menangani suatu perkara. Melainkan, kecerdasan buatan hanya sebatas dalam membantu hakim, karena keputusan hukum yang dibuat oleh hakim adalah pilihan yang humanistis agar tercipta suatu keadilan, serta akan menjadi cukup sulit bagi kecerdasan buatan untuk menyeimbangkan suatu kasus dengan kasus yang lainnya karena tidak ada kasus yang identik.
Dalam konteks saat ini, apabila kecerdasan buatan harus menggantikan hakim, teknologi ini harus melalui persyaratan menjadi seorang hakim peradilan umum yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang berisikan tentang syarat untuk menjadi hakim pengadilan adalah harus WNI, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, lulus pendidikan hakim, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela, dan lain-lain. Kecuali, UU tersebut diganti dan mengizinkan kecerdasan buatan (artificial intelligence) menggantikan posisi hakim. Karena nanti pada akhirnya manusia tidak dapat menolak dari adanya kemajuan teknologi yang semakin berkembang.
Digitalisasi dan Tantangan Pengawasan Hakim
Komisi Yudisial merupakan lembaga yang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Di tengah disrupsi dan perkembangan teknologi, Komisi Yudisial dan lembaga peradilan di Indonesia mulai memperluas menggunakan teknologi tersebut dari meningkatkan komunikasi kepada masyarakat atau para mitra nya hingga dari tata cara persidangan.
Penggunaan teknologi di lingkup peradilan sebenarnya bertujuan untuk keadilan, seperti yang dikemukakan oleh Dory Reiling dipercaya dapat mencegah praktik korupsi di lingkungan peradilan karena dengan penggunaan teknologi informasi maka akan mendukung dan memastikan tata kelola administrasi dan proses peradilan yang baik serta transparan.
Namun, sekarang ini, masih banyak sekali daerah di Indonesia yang masih belum mendapatkan akses internet serta kurang masifnya penerapan teknologi di daerah tersebut, sehingga sedikit mengetahui adanya proses peradilan yang berbasis E-Court. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan jaringan internet atau dengan cara penyuluhan seperti sosialisasi yang bersifat edukatif yang memanfaatkan komunikasi timbal balik antara pemberi materi seperti para aparat hukum atau pemerintah dengan masyarakat.