Gugatan Warga Negara merupakan tuntutan atau klaim dari masyarakat terorganisir menyangkut kepentingan umum yang dilanggar oleh siapapun, atas pelanggaran kepentingan umum ini diperlukan control yang besifat fundamental dari warga negara melalui mekanisme Gugatan Warga Negara. Salah satu Gugatan Warga Negara terhadap dampak perubahan iklim yang paling menorehkan perhatian adalah kasus Komari cs V. Walikota Samarinda. Kota Samarinda mengalami banyak kejadian perubahan iklim yang signifikan dengan indicator seperti berubahnya pola curah hujan, cuaca ekstrem, banjir, dan kekeringan. Berdasarkan Trend Suhu Udara Rata-Rata yang dikeluarkan oleh BMKG Samarinda tahun 1982-2012, dalam kurun waktu 30 tahun suhu udara rata-rata Samarinda meningkat hingga 1ºC (26,5ºC-27,5ºC). Pembukaan tambang batu bara menghasilkan emisi gas rumah kaca yang menjadi simpanan baru emisi gas rumah kaca di atmosfer, yang menjadi tabungan bagi penyebab perubahan iklim dimasa akan datang. Hal ini karena pertambangan batubara merupakan salah satu sumber terbesar emisi metana ditambah dengan adanya akitivitas land clearing yang dilakukan sebelum kegiatan pertambangan batubara dimulai, yang mengakibatkan lepasnya emisi CO2 ke atmosfer. Hak konstitusional untuk mendapatkan lingkungan yang baik menjadi dasar gugatan warga Samarinda pada saat itu untuk menggugat.
Dengan mekanisme Gugatan Warga Negara, 19 (sembilan belas) warga Samarinda yang tergabung dalam GSM mengajukan gugatan terhadap Walikota Samarinda, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, Kementerian Lingkungan Hidup, dan DPRD Kota Samarinda. Warga Samarinda menggugat Pemerintah RI atas kelalaiannya dan tidak dipenuhinya kewajiban mereka dalam memberikan lingkungan yang baik dan sehat, yang dalam hal ini terkait dengan meningkatnya kerentanan Warga Samarinda dalam mengahadapi perubahan iklim dikarenakan banyaknya Izin Usaha Pertambangan yang beroperasi di wilayah Samarinda. Karena hal tersebut warga Samarinda mengalami bencana banjir dan kekeringan sekaligus, serta menurunnya tingkat kesehatan warga Samarinda. Tiga belas tuntutan diajukan warga Samarinda terhadap pemerintah yang di antaranya adalah segera untuk melakukan evaluasi terhadap izin-izin pertambangan yang telah dikeluarkan, pengawasan atas reklamasi pasca tambang, hingga pengembangan model adaptasi perubahan iklim bagi warga Samarinda. Gugatan yang diperiksa dan diadili oleh Pengadilan Negeri Samarinda tersebut diputus oleh Majelis Hakim dengan mengabulkan sebagian gugatan warga Samarinda, yaitu menyatakan para tergugat lalai dalam melaksanakan kewajibannya untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat yang mengakibatkan kerugian kepentingan umum bagi warga negara, khususnya warga kota Samarinda, menghukum para tergugat untuk mengatur kembali suatu kebijakan umum mengenai pertambangan batu bara.
Gugatan tersebut memberikan secercah harapan dalam terobosan hukum. Putusan No 55/Pdt.G/2013/PN.Smda, memperlihatkan bahwa Gugatan Warga Negara telah diakui dalam sistem peradilan di Indonesia dan memberikan perhatian khusus terhadap isu perubahan iklim. Keberpihakan Majelis Hakim terhadap isu lingkungan hidup juga menjadi bukti Walaupun masih terdapat banyak tantangan dalam litigasi perubahan iklim, prospek yang ada pun dapat memberikan harapan baru.
REFERENSI
Qodriyatun, Sri Nurhayati. “Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim”. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI (Vol. VIII, No. 01/I/P3DI/Januari/2016).
Sembiring, Zefanya A. dan Baihaqie, Audi G. “Litigasi Perubahan Iklim Privat di Indonesia: Prospek dan Permasalahannya”. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol. 7, No.1, 2020:Halaman 118-140.
Abood et al. “Relative Contributions of the Logging, Fiber, Oil Palm, and Mining Industries to Forest Loss in Indonesia”. Conservation Letters, 2015.