Akan tetapi pasal tersebut tidak bersifat tunggal, terdapat Pasal 1494 KUHPdt yang tetap membatasi pihak penjual untuk tetap tidak menghilangkan tanggung jawabnya dalam hubungan hukum tersebut, yang mana apabila tidak dilaksanakan akan memberikan konsekuensi permbatalan perjanjian.
Sebagai suatu produk hukum yang ditawarkan oleh pihak berkontrak. Eksistensi perjanjian baku sendiri sudah dikenal oleh masyarakat luas, terutama pihak perbankan atau lembaga pembiayaan yang selalu menawarkan perjanjian kredit yang sudah ditentukan oleh mereka yang berkapasitas sebagai kreditur, dilain pihak debitur tidak dapat melakukan penawaran terkait perjanjian kredit yang ditawarkan.
Fakta di lapangan sudah sedemikian rupa banyak terjadi di dunia perbankan. Tidak bermaksud untuk menghilangkan esensi negosiasi dalam suatu perancangan kontrak, tetapi merupakan bagian dari langkah efisensi bisnis yang sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan dalam dunia bisnis terutama pembiayaan atau permodalan Di sisi lain timbul pertanyaan yang cukup mendasar, tentang sejauh manakah konsep dari pada perlindungan hukum yang diberikan, apabila debitur dihadapkan dengan perjanjian baku yang secara pokoknya tidak menguntungkan bahkan merugikan, namun atas adanya daya paksaan dari segi ekonomi dan psikis, debitur terpaksa melakukan kesepakatan terhadap perjanjian baku tersebut.
Perlindungan Hukum Sebagai Perlindungan Konsumen
Bila disederhakan hutang-piutang atau pinjam-meminjam merupakan konsep hubungan hukum dalam konteks perbankan, namun penulis perlu memberikan argumentasi yang tegas bahwa perjanjian hutang-piutang termasuk merupakan hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen, maka secara normatif yuridis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjadi landasan hukum utama dalam penulisan ini.
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengistilahkan perjanjian baku sebagai klausula baku, yang berarti :