By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Kawan Hukum Indonesia
  • CURRENT ISSUES
  • SPOTLIGHTS
  • INSIGHTS
  • LAWSTYLE
  • FUN FACTS
Reading: Logika Absurd Oknum Aparat: Mengembalikan Barang Hilang Dianggap Mencuri ?
Share
0

Tidak ada produk di keranjang.

Notification
Latest News
Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
2 hari ago
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
6 hari ago
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
1 minggu ago
Negara dalam Hukum Internasional
1 minggu ago
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
2 minggu ago
Kawan Hukum Indonesia
  • Current Issues
  • Spotlights
  • Insights
  • Fun Facts
Search
  • Pengantar Ilmu Hukum
  • Pengantar Hukum Indonesia
  • Etika Profesi Hukum
  • Bantuan Hukum
  • Hukum Acara
  • Hukum Konstitusi
  • Hukum Administrasi
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Contact
  • Complaint
  • Advertise
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Kawan Hukum Indonesia > EVENTS > Lomba Esai 2021 > Logika Absurd Oknum Aparat: Mengembalikan Barang Hilang Dianggap Mencuri ?
Lomba Esai 2021

Logika Absurd Oknum Aparat: Mengembalikan Barang Hilang Dianggap Mencuri ?

Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma 1 tahun ago
Updated 2021/02/15 at 6:08 PM
Share
SHARE

Disela mengerjakan skripsi, hampir setiap hari saya sempatkan untuk membaca, mendengarkan ataupun menonton berita-berita seputar hukum yang sedang trending. Karena saya kuliah hukum, jadi saya rasa menjadi sebuah kewajiban untuk tetap mengikuti isu-isu hukum terkini sembari berkomentar dalam hati “oh gini to kasusnya, harusnya sih begini dan begitu” seolah bersikap seperti pakar hukum yang senantiasa menyampaikan analisisnya.

Beberapa waktu terakhir memang ada banyak isu hukum yang cukup menarik untuk diikuti. Mulai dari kasus yang skalanya Internasional seperti kasus kudeta militer di Myanmar, kasus skala lokal seperti ditangkapnya pendiri Pasar Muamalah di Depok karena diduga melanggar UU Mata Uang karena mempergunakan dinar dan dirham untuk bertransaksi. Hingga yang skalanya rumah tangga seperti kasus perceraian selebgram yang viral akhir-akhir ini.

Tetapi, di antara sekian kasus yang menarik tersebut saya merasa ada satu kasus yang nggak kalah menariknya yaitu kasus sepasang suami-istri yang mengembalikan ponsel hilang ke Polsek, malah ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana pencurian. Bagi anda yang tertarik dengan isi press conference nya bisa tonton disini. Kalau dari yang saya telusuri di berbagai media, kronologi bermula saat Siti Nuraisyah menemukan ponsel tanpa pemilik saat sedang berbelanja (Sabtu,26 Desember 2020).

Dengan maksud menunggu sang pemilik atau setidaknya orang yang mengenalnya menelpon. Karena nggak ada yang menelpon, dibawalah ponsel tersebut pulang dan beberapa hari kemudian ada yang menelpon. Nah, yang menelepon tersebut malah menuduh bu Siti ini mencuri ponsel tersebut dan saat bu Siti meminta nomor pemilik ponsel, malah diarahkan ke pihak lain yang ternyata seorang polisi.

Bersama suaminya, bu Siti berniat mengembalikan ponsel tersebut ke Polsek Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Sesaat setelah sampai di Polsek, keduanya langsung diminta keterangan dan setelanya keduanya langsung ditahan. Parahnya keduanya diminta membayar uang sebesar 35 juta, 20 juta untuk biaya perdamaian dan 15 juta unutk pencabutan laporan. Saya hanya bisa menghela nafas panjang sembari mengeleng-gelengkan kepala. Dalam pikiran ini, rasanya perlu untuk menuangkan rasa kesal salah penafisran mengenai tindak pidana pencurian.

Apa itu tindak pidana pencurian?

Jika ditanya apa itu pencurian menurut hukum Indonesia? tentu harus merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tepatnya diatur dalam Pasal 362 KUHP. Dalam pasal tersebut telah diatur secara jelas bahwa yang dimaksud dengan pencurian ialah “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima Tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Terdapat dua unsur penting yang harus dibuktikan secara jelas sebelum setidaknya menduga atau menuduh seseorang telah mencuri, yaitu unsur “mengambil suatu barang, baik sebagian maupun seluruhnya yang merupakan kepunyaan orang lain” dan unsur “dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”.

Unsur pertama memiliki makna yaitu kalau seseorang mengambil barang yang bukan miliknya, mau itu semuanya atau sebagian saja. Semisal ada sepasang sepatu dan seseorang hanya mengambil sebelah kanan nya saja. Maka tindakan tersebut sudah memenuhi unsur pertama.

Nah, unsur kedua nggak kalah pentingnya ialah dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Semisal tindakan mengambil sebelah sepatu di atas ternyata dilakukan si pelaku karena sepatu sebelah kanannya mirip dengan miliknya. Padahal jelas sepatu sebelah kanan tersebut bukan miliknya yang sekaligus bukan haknya. Maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Dari perumpanaan di atas, semisal seseorang mengambil sepatu sebelah kanan dan kepergok yang punya. Apakah bisa langsung ditudu mencuri? Tidak semudah itu ferguso, harus dibuktikan bahwa ia memang berniat untuk memilikinya. Bisa jadi sepatu itu diambil karena si orang tersebut mau membersihkan sepatunya bukan? Makanya niat jahat dalam hukum pidana itu sangat penting. Namanya saja kejahatan kan?

Dalam kasus bu Siti dan suaminya ini, secara jelas dituturkan kalau mereka hendak mengembalikannya dan menunggu si pemilik menelpon dulu. Sebuah tindakan yang sangat logis, karena ponsel sekarang begitu penting jadi kalau sudah sadar hilang. Ya, reaksi pertamanya menelpon nomornya dulu. Nggak ada yang salah menurut saya disini, bahkan keduanya menunggu seminggu lebih hanya sekedar menanti sang pemilik menghubungi.

Lah kok malah dilaporkan ke Polisi dengan tuduhan pencurian? Absurd-nya lagi oknum Polsek tersebut memeras keduanya dengan biaya yang barangkali 20x lipat lebih mahal dari harga ponsel yang ditemukan. Sungguh pusing saya melihat praktek yang rasanya menjamur dimana-mana ini. Pertama, memang bu Siti dan suaminya memenuhi unsur pertama karena ponsel yang ditemukan bukan milik mereka. Tapi, jangan lupakan unsur keduanya dong, mereka dengan penuh kesadaran berniat mengembalikan ponsel tersebut.

Kedua, logika mendamaikan disini tidak kalah anehnya. Apa yang perlu didamaikan kalau memang pihak bu Siti dan suaminya tidak ada niatan mencuri ? karena keduanya jelas tidak memilki niat jahat yang menjadi syarat adanya sebuah tindak pidana. Jadi kesimpulan saya, tolong para aparat di mana pun anda berada, benahi karakter kalian sebagai penegak hukum sekaligus pelayan masyarakat. Jangan justru melestarikan budaya korupsi semacam ini.  Sementara itu untuk yang lain, jangan sembarangan menuduh karena proses hukum itu tidak sederhana dan bahkan sejak dilaporkan sudah mengurangi hak asasi si terlapor, apalagi kalau laporannya salah, kan ?

You Might Also Like

Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup

UU TPKS: Terobosan Pemberantasan Kekerasan Seksual di Indonesia

Kriminalisasi Pencemaran Nama Baik Atas Pernyataan di Media Sosial

Putusan Bebas dan Recovery Asset dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi

Tagih Hutang di Medsos Berujung Pidana

TAGGED: Hukum Pidana
Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma Februari 15, 2021
Share this Article
Facebook TwitterEmail Print
What do you think?
Love0
Happy0
Surprise0
Sad0
Embarrass0
Posted by Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma
Follow:
Mahasiswa hukum semester akhir FH UII yang suka diskusi seputar hukum pidana dan perkembangannya. Pernah belajar dan berproses di Study Club Criminal Law Discussion FH UII.
Previous Article Perjanjian Baku Dalam Konsep Perlindungan Konsumen
Next Article Kontroversi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang Membungkam Kebebasan Berpendapat
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Anda harus masuk untuk berkomentar.

Our Social Media

Facebook Like
Twitter Follow
Instagram Follow
Youtube Subscribe

Latest News

Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
Spotlights
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
Spotlights
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
Insights
Negara dalam Hukum Internasional
Insights
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
Insights
Mendesak Pembatalan Megaproyek Ibu Kota Negara
Current Issues
Kerangka Kerja Regulasi Penanganan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
Tantangan Pengelolaan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
UU TPKS: Terobosan Pemberantasan Kekerasan Seksual di Indonesia
Current Issues
Ancaman Perlindungan Hak-hak Buruh dalam UU Cipta Kerja
Spotlights
Kriminalisasi Pencemaran Nama Baik Atas Pernyataan di Media Sosial
Spotlights
Tradisi Pamer Tersangka Melalui Konferensi Pers di Indonesia
Spotlights
Pelanggaran HAM Berat di Papua dan Respon di PBB
Spotlights
10 Program Studi Hukum Terbaik di Asia Tenggara, UNAIR Terbaik di Indonesia
Fun Facts
Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Perspektif Demokrasi dan Konstitusionalisme
Spotlights

Baca artikel lainnya

Spotlights

Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup

6 hari ago
Current Issues

UU TPKS: Terobosan Pemberantasan Kekerasan Seksual di Indonesia

3 minggu ago
Spotlights

Kriminalisasi Pencemaran Nama Baik Atas Pernyataan di Media Sosial

3 minggu ago
Spotlights

Putusan Bebas dan Recovery Asset dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi

2 bulan ago
Follow US

© Kawan Hukum Indonesia 2019-2022. All Rights Reserved.

Join Us!

Subscribe to our newsletter and never miss our latest news, podcasts etc..

[mc4wp_form]
Zero spam, Unsubscribe at any time.

Removed from reading list

Undo
Welcome Back!

Masuk ke akun anda

Register Lost your password?