Sebenarnya, pemakaian video conference dalam praktik persidangan sudah jauh hari diterapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Langkah yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi perlu mendapat apresiasi. Dengan adanya layanan video conference tersebut, masyarakat dapat menyaksikan secara langsung jalannya proses persidangan.
Layanan milik Mahkamah Konstitusi tersebut pernah digunakan dalam penyelesaian sengketa pilpres tahun 2019. Layanan tersebut digunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap para saksi yang tidak bisa berangkat ke Jakarta.
Namun, apa yang telah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi hanyalah langkah awal untuk terwujudnya smart justice system. Masih terbuka banyak sekali kemungkinan yang dapat merubah model dan sistem persidangan di masa depan.
Mari kita coba menilik praktik yang terjadi di negara lain. Dikutip dari laman worldgovernmentsummit.org, pengadilan di Beijing China mulai menggunakan artificial intelligence dalam bentuk robot. Alat tersebut diberi nama Xiaofa.
China sudah memiliki lebih dari 100 Xiaofa yang ditempatkan di berbagai pengadilan lokal. Robot ini dibekali dengan kemampuan yang luar biasa. Ia didesain untuk mengetahui 40.000 persoalan hukum dan sudah menyelesaikan 30.000 kasus hukum.
Xiaofa dapat mengambil dan merujuk putusan hakim terdahulu, yang sekiranya berhubungan dengan kasus yang sedang ditangani. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja hakim. Beberapa robot bahkan punya spesialisasi khusus terhadap bidang hukum tertentu, misalnya terhadap kasus hubungan industrial.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Untuk saat ini, penerapan artificial intelligence di dalam proses peradilan Indonesia masih belum terdengar gaungnya.
Peran Penting Komisi Yudisial
Fungsi artificial intelligence di dalam proses persidangan tidak dapat menggantikan peran hakim. Apapun bentuk dan modelnya, tugasnya hanya untuk meringankan beban aparat penegak hukum, termasuk hakim.
Oleh sebab itu, dengan bantuan artificial intelligence, diharapkan kinerja hakim dapat meningkat menuju standar yang lebih efisien. Hakim dalam menjatuhkan putusannya dituntut untuk memerhatikan nilai-nilai keadilan. Selain itu, hakim harus mampu menjaga martabat dan integritasnya.
Oleh karena itu, diperlukan kehadiran dari Komisi Yudisial. Walaupun model dan sistem persidangan berubah, lembaga ini tetap memiliki peran penting dalam struktur kekuasaan kehakiman.