Namun disini perlu sebuah catatan sebagai pengecualian, bahwa perkara-perkara yang dapat diselesaikan oleh hukum adat janganlah perkara tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana yang berat, namun perkara yang ingin diselesaikan tersebut haruslah perkara yang diancam dengan sanksi pidana yang ringan atau setidak-tidaknya perbuatan tersebut memiliki tingkat ketercelaan yang rendah. Dimana untuk menyelesaikan perkara-perkara yang sifatnya ringan tidaklah perlu repot-repot dan bersusah payah untuk menyelesaikannya didalam sistem peradilan pidana (criminal justice system), namun cukuplah diselesaikan menggunakan instrumen hukum adat. Seperti misalnya seseorang yang melakukan perbuatan memasuki pekararangan orang lain (pasal 167 ayat (1) KUHP) yang seharusnya tidak perlu diselesaikan melalui mekanisme hukum pidana tetapi cukuplah menggunakan instrumen hukum adat.
Ketika dua permasalahan tersebut sudah terjawab maka sudahlah tidak perlu diragukan lagi bahwa hukum adat mampu untuk menyelesaikan sengketa hukum yang ada didalam kehidupan masyarakat disamping penggunaan instrumen hukum pidana.
Bahwa kehidupan hukum di Indonesia mampu menghadirkan beberapa sengketa hukum seperti misalnya tindak pidana (straftbaarfeit). Dalam hal penyelesaian sengketa hukum seperti tindak pidana maka tidaklah harus kita melulu menggunakan instrumen hukum pidana sebagai satu-satunya instrumen hukum untuk menyelesaikannya, melainkan hukum adat pun seharusnya didahulukan dibandingkan dengan hukum pidana untuk menyelesaikan sengketa hukum. hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjaga sifat dari hukum pidana sebagai “ultimum remedium”.
Namun permasalahan penyelesaian sengketa hukum menggunakan hukum adat dikehidupan masyarakat secara inkonkreto selalu saja muncul seperti misalnya apakah hukum adat diakui eksistensinya oleh sistem hukum yang dianut Indonesia bila dilihat dari aspek de jure?, kapan dan dalam hal apa hukum adat harus diutamakan dibandingkan dengan hukum pidana?.
Secara de jure, UUD 1945 sebelum dan pasca amandamen pun mengakui adanya eksistensi dari hukum adat, bahkan Undang-undang No. 1 tahun 1951 pun mengakui eksistensi dari hukum adat dan lembaga peradilan adat.
Namun disini perlu sebuah catatan sebagai pengecualian, bahwa perkara-perkara yang dapat diselesaikan oleh hukum adat janganlah perkara tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana yang berat, namun perkara yang ingin diselesaikan tersebut haruslah perkara yang diancam dengan sanksi pidana yang ringan atau setidak-tidaknya perbuatan tersebut memiliki tingkat ketercelaan yang rendah. Dimana untuk menyelesaikan perkara-perkara yang sifatnya ringan tidaklah perlu repot-repot dan bersusah payah untuk menyelesaikannya didalam sistem peradilan pidana (criminal justice system), namun cukuplah diselesaikan menggunakan instrumen hukum adat.
kawanhukum.id merupakan platform digital berbasis website yang mewadahi ide Gen Y dan Z tentang hukum Indonesia. Ingin informasi lomba, webinar, call for papers atau acara kalian lainnya juga diterbitkan di sini? Klik tautan ini.