Berdasarkan konstitusi, negara Indonesia adalah negara hukum. Implikasi yuridis dari pernyataan negara Indonesia adalah negara hukum yaitu dimana seluruh kegiatan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada hukum yang sedang berlaku di Indonesia atau biasa juga disebut dengan ius constitutum.
Hukum yang berlaku di Indonesia pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu pertama berbentuk “written law” dan yang kedua berbentuk “unwritten law”. Hukum yang berbentuk written law adalah hukum yang berbentuk tertulis dan ekesistensinya dapat ditemukan didalam peraturan perundang-undangan. Hukum yang berbentuk unwritten law adalah hukum yang berbentuk tidak tertulis dimana eksistensinya dapat ditemukan didalam setiap masing-masing daerah yang ada di Indonesia dan biasanya disebut dengan hukum adat.
Bilamana implikasi yuridis dari negara hukum itu penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada aturan hukum, maka seyogianya penyelesaian sengketa hukum pun harus dirumuskan demikian, dimana penyelesaian sengketa hukum harus didasarkan pada hukum yang sedang berlaku di Indonesia. Mengapa demikian? Dikarenakan didalam konsep negara hukum (rechtstaat) yang dianut negara Indonesia mengenal adanya prinsip formal adjudicative yang berarti setiap penegakan hukum terhadap sengketa hukum dalam keadaan apapun harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang berlaku.
Jika diperhatikan banyak sekali jenis-jenis sengketa hukum yang ada di Indonesia baik itu sengketa hukum yang ada didalam bidang hukum pidana, hukum perdata, hukum administrasi, hukum tata usaha negara, dan sampai kepada hukum adat.
Seperti misalnya sengketa hukum didalam kehidupan hukum di Indonesia yang dapat dirumuskan sebagai tindak pidana (straftbaarfeit). ketika terjadi tindak pidana sering sekali kita melihat paling lazim digunakan instrumen hukum pidana sebegai sarana untuk menyelesaikan sengketa. Namun senyatanya ius constitutum di Indonesia itu ruang lingkupnya sangatlah luas, dimana penyelesaian sengketa hukum itu tidak satu-satunya hanya dapat diselesaikan dengan instrumen hukum pidana saja, namun instrumen hukum lain seperti hukum adat pun dapat digunakan sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa hukum seperti tindak pidana.
Hukum adat merupakan hukum asli dari bangsa Indonesia yang terbentuknya sudah lama ada sebelum lahirnya negara Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945. Berbeda dengan hukum yang saat ini eksis di Indonesia yang berbentuk written law yang lahir dikarenakan memberlakukan hukum kolonial belanda yang pernah menjajah negara Indonesia yang tujuan diberlakukannya untuk menghindari adanya kekosongan hukum (rechtsvacum) pada saat itu.
Maka dari itu perlu adanya pemahaman dari kita semua bahwa penyelesaian sengketa hukum seperti tindak pidana tidak hanya dapat diselesaikan melalui instrumen hukum pidana saja, namun penggunaan hukum adat pun seharusnya dapat ditempuh terlebih dahulu sebelum menggunakan instrumen hukum pidana. Hal tersebut perlu dilakukan semata-mata untuk menjaga prinsip utama dari hukum pidana yang bersifat “ultimum remedium”, atau hukum pidana sebagai upaya terakhir ketika sarana hukum lain tidak dapat digunakan lagi.
Namun permasalahan penyelesaian sengketa hukum menggunakan hukum adat dikehidupan masyarakat secara inkonkreto selalu saja muncul seperti misalnya apakah hukum adat diakui eksistensinya oleh sistem hukum yang dianut Indonesia bila dilihat dari aspek de jure?, kapan dan dalam hal apa hukum adat harus diutamakan dibandingkan dengan hukum pidana?.