Indonesia merupakan negara dengan berbagai kemajemukan suku, bangsa, dan agama yang menyatukan diri dalam satu kesatuan. Kemajemukan bangsa merupakan sebuah keniscayaan yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Istilah Hukum Adat pertama kali dikemukakan oleh Prof. C. Snouck Hurgronje yang ditugaskan untuk mengetahui dan mencari kelemahan rakyat Aceh. Adanya hukum adat yang sangat kuat mengatur masyarakat membuat masyarakat Aceh bersatu dan sulit untuk dikalahkan. Keberadaan hukum adat dianggap sangat mengganggu karena bertentangan dengan kepentingan kolonial Belanda sehingga harus dihapuskan dan diganti dengan hukum Belanda.
Namun, usaha penghapusan selalu mengalami kegagalan. Sangatlah tidak mungkin negeri dengan penuh kemajemukan yang dipenuhi nilai-nilai komunalisme dan kekeluargaan disatukan oleh sebuah sistem hukum penjajah yang syarat dengan nilai individualisme dan kapitalisme. Pertentangan demi pertentangan dikeluarkan oleh berbagai pihak termasuk oleh pihak Belanda sendiri. Salah satu tokoh Belanda yang sangat menentang kebijakan penghapusan hukum adat adalah Van Vollenhoven.
Van Vollenhoven berpendapat secara nalar hukum sangat bergantung kepada kebudayaannya. Kebudayaan masyarakat hukum adat di Indonesia berbeda dengan kebudayaan bangsa Eropa sehingga tidak bisa untuk dipaksa diterapkan. Kegagalan demi kegagalan pemerintah Belanda dalam menerapkan unifikasi sistem hukum Belanda di Indonesia pada saat itu menjadi bukti hukum adat haruslah tetap dijaga eksistensinya.
Lantas, bagaimanakah keadaannya sekarang, apakah negara pada saat ini tidak berkaca pada sejarah masa lalu bahwa masyarakat hukum adat tidak seharusnya disingkirkan melainkan harus dilindungi dan diakui ?
Keberadaan masyarakat hukum adat pada saat ini terancam keberadaannya dengan maraknya konflik agraria dan konflik kepentingan akibat regulasi yang ada sangat bertentangan dengan upaya perlindungan dan pengakuan masyarakat adat amanat konstitusi. Padahal, berdasarkan Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945 negara harus mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasca reformasi, amanat pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat pada konstitusi pada saat ini hanya dijadikan sebagai angin lalu. Maraknya kriminalisasi yang dilakukan oleh berbagai pihak menyebabkan keberadaan masyarakat hukum adat menjadi semakin tersingkir. Berdasarkan catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), selama tahun 2019 dari Januari hingga Desember banyak masyarakat hukum adat yang dikriminalisasi. Mayoritas dari mereka dituduh melakukan kebakaran hutan yang melanggar Pasal 78 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. UUU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan.