Dalam kaitannya dengan keberhasilan penegakan hukum, Soerjono Soekanto menyatakan keberhasilan perlindungan dan penegakan hukum bergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu Hukumnya; Penegak Hukum; Masyarakat; Sarana penegakan hukum; dan Kebudayaan. Kelimanya bersatu padu bekerja secara sinergis serta berjalan secara seimbang, karena satu faktornya dapat mendukung pembentukan efektifitas hukum dalam penegakan hukumnya. Ketiadaan maksimalnya satu unsur dapat berimplikasi terhadap seluruh elemen atau sekurang-kurangnya terhadap kredibilitas para pembentuk aturannya, pelaksana aturan, dan masyarakat yang terkena aturan itu sendiri.
Bertolak pada faktor diatas, kita sadar bahwa masih banyak persoalan bangsa yang belum juga terselesaikan. Dimana hingga saat ini banyak dari produk hukum yang hidup dalam ketidakdilan struktural, karena masih terinfiltrasi dengan kepentingan sekelompok orang guna kemanfaatan dari segi ekonomi dan politik sekelilingnya. Terlebih maraknya ketimpangan sosial dan berbagai bentuk ketidakadilan lainnya yang dibentuk oleh sistem hukum tersebut. Misalnya, kemiskinan struktural, bantuan hukum untuk orang miskin, penggusuran paksa, penangkapan tidak wajar, pencemaran lingkungan hidup, kebohongan kasus, diskriminasi, ketidakadilan dalam pengadilan hingga pelanggaran hak asasi manusia (selanjuntya disebut “HAM”). Dan, setelah ditelaah lebih dalam, sebagian besar kasus merupakan pelanggaran hak sipil dan politik yang mayoritas dialami masyarakat miskin yang tidak mengerti soal proses hukum dan lebih khusus lagi hak masyarakat tersebut sama sekali tidak diperhatikan. Akibatnya, fakta tersebut membawa kenyataan pada ketidaksetaraan kedudukan dalam penikamatan hukum.
Bukan tanpa sebab, tetapi kenyataan itu dilahirkan oleh rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Kebiasaan berpangku tangan pada pemerintah seorang membuat kekuasaan yang diberikannya malah disalahgunakan. Keadaan ini membawa kenyataan pada negara agar melakukan upaya konkret dan menyeluruh dalam pemenuhan hak-hak dasar warga negara, termasuk juga rangkaian gerakan guna membebaskan masyarakat dari belenggu struktur politik, hukum, ekonomi, sosial, dan budaya yang sarat dengan penindasan. Negara bukan hanya berfokus pada upaya pembangunan hukum nasional, tetapi sekaligus pencerdasan hukum masyarakat.
Berikut akan diuraikan permasalahan dan pemecahan masalah dari beberapa faktor keberhasilan hukum diatas.
Pertama, Penegakan Hukum. Selama ini perwujudan access to law and justice masih menjadi legal issue negara. Dilansir dari laman LBH Jakarta, sepanjang tahun 2020 mereka mendata telah menerima 963 pengaduan kasus dengan jumlah pencari keadilan sebanyak 7.242 orang. Angka tersebut tentunya jauh lebih rendah dibandingkan 2019 yang menjadi puncak pengaduan, yakni sekitar 1.496 pengaduan dengan jumlah pencari keadilan sebanyak 60.793 orang. Berdasarkan laporan yang diterima, sebagian besar kasus merupakan pelanggaran hak sipil dan politik, pelanggaran hak ekonomi sosial dan budaya, serta pelanggaran hak kelompok. Tentunya, hal tersebut berbanding terbaik dengan konsep Equality before the law, access to law and justice, dan Hak Asasi Manusia yang dijamin perlindungannya sebagai amanat konstitusi. Konstiusi yang seharusnya menjadi frame work of nation, tetapi diabaikan begitu saja.