Selanjutnya tidak ada penjelasan dalam pasal berikutnya mengenainya pengetahuan tentang advokasi masyarakat dalam Permenkumham seperti apa. Sehingga ketika itu terjadi sangat rentan terjadi kekeliruan disaat proses beracara di persidangan baik secara teknis maupun administratif, disaat seorang Paralegal yang berdiri sendiri berpraktek berhadapan dengan seorang Advokat.
Untuk melaksanakan advokasi kepada masyarakat, selama ini agar seseorang dapat beracara di peradilan Indonesia maka seseorang tersebut harus terlebih dahulu telah memiliki latar belakang pendidikan tinggi ilmu hukum sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dengan adanya Pasal 4 Huruf b Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018 tersebut maka seseorang yang hendak beracara di peradilan Indonesia tidak harus memiliki gelar sarjana hukum, yang mana pasal ini sangat bertentangan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Permenkumham RI Nomor 01 Tahun 2018 berpotensi menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian dalam masyarakat serta diduga mengambil alih kedudukan profesi seorang advokat, sehingga pada saat itu Mahkamah Agung dalam salah satu amar putusannya “ menyatakan Pasal 11 dan Pasal 12 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan karenanya tidak berlaku umum”. Artinya dalam Permenkumham tersebut terhadap Pasal 11 dan Pasal 12 dinyatakan tidak berlaku, oleh karena itu pada saat tersebut kedudukan Paralegal tidak bisa berpraktek baik litigasi maupun non-litigasi atas putusan Mahkamah Agung tersebut.
Dinamika tersebut masih berjalan saat ini, ketika Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia menerbitkan Permenkumham No. 3 Tahun 2021 yang berlaku 6 bulan sejak diundangkan pada bulan 3 Februari 2021 artinya peraturan tersebut dapat mulai berlaku efektif pada bulan Agustus. Peraturan tersebut menggantikan Peraturan sebelumnya yaitu Permenkumham No.1 Tahun 2018 Tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum. Oleh karena itu perlu mengkaji secara mendalam terkait sebuah pemikiran hukum yang akan dibangun dalam sebuah Negara.
Tidak bisa serta merta mengesampingkan aturan hukum yang lebih tinggi kedudukannya. Batas terhadap kewenangan praktek Paralegal dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin adalah menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, dan melakukan tindakan hukum lain terhadap permasalahan hukum yang diselesaikan secara non litigasi. Dengan demikian seharusnya terhadap profesi Paralegal dengan Advokat harus bisa berjalan sesuai dengan regulasi yang sesuai dengan kedudukan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Sehinga tidak terjadi tumpang tindih aturan dan kewenangan yang akan dipraktekan dalam proses litigasi maupun non-litigasi.
kawanhukum.id merupakan platform digital berbasis website yang mewadahi ide Gen Y dan Z tentang hukum Indonesia. Ingin informasi lomba, webinar, call for papers atau acara kalian lainnya juga diterbitkan di sini? Klik tautan ini.