Tujuan dari pada penegakan hukum yakni untuk mengatur masyarakat agar damai dan adil dengan mengadakan keseimbangan antar kepentingan yang dilindungi, sehingga tiap-tiap anggota masyarakat memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi haknya. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum menjadi kenyataan. Hukum itu pada hakikatnya adalah suatu perangkat instrumen yang di tangan sebuah institusi kekuasaan akan difungsikan guna mengontrol perilaku warga dalam kehidupan mereka sehari-hari. Seberapa ketat atau longgarnya kontrol itu, tidaklah mengurangi konsep para teoretisi sosial bahwa pada dasarnya hukum itu adalah instrumen kontrol. Sebagai instrumen kontrol, hukum ditengarai oleh sifatnya yang formal dan politis, tanpa peduli apakah warga itu suka dan rela atau tidak untuk menaatinya.
Di dalam melakukan penegakan hukum, ada beberapa masalah yang dihadapi. Menurut Soerjono Soekanto masalah penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
- Faktor hukumnya sendiri.
- Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menetapkan hukum.
- Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
- Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum itu berlaku atau diterapkan, dan
- Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, dan rasa yang didasarkan pada karya manusia di dalam pergaulan hidup.
Sementara penegakan hukum lalu lintas merupakan salah satu kegiatan dari fungsi lalu lintas yang memiliki peranan agar perundang-undangan serta peraturannya ditaati oleh setiap pengguna jalan. Semakin tegas Penegakan hukum lalu lintas, maka akan semakin berkurang pelanggaran lalu lintas. Sebaliknya jika semakin lemah Penegakan hukum lalu lintas, maka akan semakin meningkat pelanggaran lalu lintas. Dalam hal ini, semakin banyak orang yang tertib berlalu lintas, maka akan semakin menurun angka kecelakaan. Namun sebaliknya jika semakin sedikit orang yang tertib berlalu lintas, maka akan semakin meningkat angka kecelakaan.
Pada prakteknya memang masih sulit untuk dilakukan penegakan hukum lalu lintas. Di sisi lain pengendara ojek berbasis aplikasi mencari nafka dengan pengendara ojek berbasis aplikasi, namun tindakan tersebut berpotensi melanggar lalu lintas dan menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau efektivitas hukum. Dengan lain perkataan, kesadaran hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat.
Faktor pengetahuan masyarakat dalam hal ini pengendara ojek berbasis aplikasi terkait Pasal 283 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan masih sangat rendah. Karena tampak dari keseharian para pengendara kendaraan bermotor yang masih banyak melanggar ketentuan lalu lintas seperti memainkan ponsel ketika sedang mengemudi, mengaktifkan GPS dan kegiatan lainnya yang berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Polisi lalu lintas pun sebagai aparat penegak hukum masih terkesan pasif terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan.
Karena jika salah satu pihak tidak memiliki kesadaran hukum tersebut maka penyelenggaraan hukum tidak berjalan secara optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Soerjono Soekanto yang mengatakan “bahwa kesadaran hukum merupakan kepatuhan terhadap hukum dari persoalan yang secara luas diantaranya masalah pengetahuan, pengakuan, serta penghargaan terhadap hukum”. Hubungan antara ketaatan dan kesadaran hukum tidak dapat dipisahkan karena keduanya memiliki hubungan yang sangat erat, seseorang akan secara sukarela patuh kepada hukum jika ia menyadari akan pentingnya hukum karena seseorang tidak mungkin dapat patuh terhadap hukum jika ia tidak memahami dan menyadari akan pentingnya hukum. Berdasarkan teori penegakan hukum, Dalam berlakunya penegakan hukum juga memerlukan adanya kesadaran masyarakat.