Selang beberapa tahun terakhir, teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) kian mengalami perkembangan yang pesat di seluruh dunia yang mengakibatkan semakin banyaknya orang memiliki akses internet dan informasi. Kemudahan dalam akses ini ditenggarai dapat menjadi hambatan apabila sebuah negara tidak siap dalam menyediakan fasilitas yang baik terhadap digitalisasi yang terjadi. Melihat kepada perkembangan infrastruktur dan teknologi nasional, Indonesia sudah mulai berbenah.
Berdasarkan data Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) yang dikembangkan oleh International Telecommunication Union (ITU) melalui publikasi Badan Pusat Statistik, Indonesia telah mengalami kenaikan dalam indeks pembangunan teknologi yang cukup progresif. Terhitung akses masyarakat terhadap internet dari tahun 2017 sebanyak 57,33 persen kini mengalami pelonjakan di tahun 2018 dengan data sebanyak 66,22 persen. Perkembangan IP-TIK Indonesia pun telah mengalami perkembangan yang ditandai dengan kenaikan point dari tahun 2017 sebesar 4,96, pada 2018 menjadi 5,07. Angka ini menjadi representasi dari pembangunan infrastruktur teknologi nasional dalam mencerminkan kesiapan Indonesia dalam menghadirkan kualitas TIK yang mumpuni.
Pemerintah melalui Kementerian Informasi dan Komunikasi pun berkomitmen untuk memfasilitasi dan terus meningkatkan kualitas teknologi, informasi dan komunikasi nasional. Dengan demikian, pergeseran kebiasaan masyarakat yang membidas kebiasaan tradisional menjadi serba digital bukanlah hambatan bagi Indonesia.
Dari kesiapan Indonesia dalam perkembangan dinamis teknologi, menyisakan sebuah tanda tanya besar, apakah digitalisasi dapat dihadirkan dalam proses persidangan ? Ketika membahas sebuah perubahan, barang tentu kita melihat kepada opsi efisiensi. Rhenald Kasali dalam bukunya The Great Shifting (2018) berpendapat bahwa efisiensi menjadi kata kunci yang mampu mendorong manusia untuk melakukan revolusi digital. Manusia sebagaimana didefinisikan Kasali, senantiasa berusaha untuk mencari cara-cara paling produktif dalam menjalankan aktivitasnya. Gagasan ini terjadi pada keterkaitan antara teknologi dengan hukum yang membuka opsi terhadap pembaharuan seperti halnya opsi digitalisasi dalam proses persidangan.
Tentu kita ingat terhadap asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang termaktub dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa peradilan diselenggarakan secara sederhana, cepat dan dengan biaya yang ringan. Dengan adanya kemudahan akses dalam berusaha yang datang dari penggunaan teknologi, menjadi jalan keluar pengupayaan peradilan yang ringkas tanpa mengurangi standar operasional peradilan. Kemudahan akses ini dapat kita jumpai pada penerapan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP). Program SIPP menjadi pijakan awal transisi layanan peradilan dari tahap konvensional menuju era digital. Kebijakan digitalisasi dalam peradilan berkembang secara bertahap hingga diterapkannya e-court dan e-litigasi sebagai wadah utama terwujudnya peradilan elektronik di Indonesia.
SIPP dan Potensi Artificial Intelligent pada Peradilan Indonesia
Sistem Informasi Penelusuran Perkara sendiri merupakan aplikasi teknologi berbasis web dalam memberikan informasi perkara kepada masyarakat. Selain itu SIPP juga bisa digunakan untuk memonitor kinerja aparatur pengadilan oleh Pimpinan di masing-masing satuan kerja maupun Pimpinan Pengadilan Tingkat Banding dan Pimpinan Mahkamah Agung. SIPP ini membawa dua produk yang dapat menjawab tantangan adaptasi peradilan secara virtual yakni e-court dan e-litigasi.
Dilansir dari kanal informasi makamah agung, e-court adalah layanan bagi pengguna terdaftar untuk pendaftaran perkara secara online, mendapatkan taksiran panjar biaya perkara secara online, pembayaran secara online, pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik, dan persidangan yang dilakukan secara Elektronik. Sementara e-litigasi merupakan aplikasi pendukung dalam hal persidangan secara elektronik (online) sehingga dapat dilakukan pengiriman dokumen persidangan seperti replik, duplik, jawaban dan kesimpulan secara elektronik. Tujuan dari diterapkannya aplikasi SIPP di seluruh pengadilan ini semata-mata untuk kemudahan penelusuran administrasi perkara sehingga diperoleh informasi yang lengkap terkait data perkara, peningkatan manajemen alur perkara, serta pengurangan penundaan dan tunggakan perkara.