Asas Praduga tidak bersalah menjadi asas yang sudah terdengar sangat tidak asing bagi para praktisi dan mahasiswa hukum di Indonesia. Asas ini merupakan prinsip penting bagi aparat penegak hukum dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara tindak pidana di Indonesia.
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan, “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.” Asas ini memiliki arti bahwa seseorang tidak dapat diberlakukan seperti seorang yang bersalah sebelum adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Asas ini merupakan prinsip yang harus dipatuhi oleh aparat penegak hukum khususnya Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus kesalahan terdakwa dalam perkara pidana. Hakim tidak boleh memberlakukan terdakwa seperti seorang yang bersalah, karena terdakwa hadir di muka persidangan dan diadili oleh hakim untuk dibuktikan bersalah atau tidaknya terdakwa.
Jika hakim memberlakukan terdakwa seperti seseorang yang bersalah di muka persidangan, hal ini berarti bahwa hakim berpihak kepada Jaksa Penuntut Umum. Menurut penulis, apabila itu terjadi hancurlah integritas seorang hakim dan pengadilan di mata masyarakat. Masyarakat akan semakin takut apabila berurusan dengan persoalan hukum, karena perilaku penegak hukum itu sendiri dan hal itu haruslah dicegah.
Dalam sistem di pengadilan, hakim dapat diibaratkan sebagai seorang wasit yang harus bersikap adil dan memperlakukan kedua pihak secara seimbang. Artinya, dalam mengadili terdakwa, hakim tidak boleh berpihak kepada jaksa maupun terdakwa. Hakim harus memberlakukan kedua belah pihak secara sama. Hal tersebut merupakan sebuah prinsip yang dikenal dalam ilmu hukum dan diatur juga dalam Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu asas fair trial yang artinya peradilan yang tidak memihak.
Jika diibaratkan sebagai seorang wasit dalam pertandingan sepak bola, di mana wasit tersebut akan berpihak kepada salah satu tim yang sedang bertanding, tentu hal tersebut tidak adil dan akan dikecam oleh para penonton. Begitupula dalam mengadili sebuah perkara pidana, hakim tidak boleh memihak penuntut umum maupun terdakwa, dan hakim harus tetap mengedepankan asas Praduga Tidak Bersalah. Itulah harapan dari praktisi dan pengamat hukum di Indonesia untuk melindungi HAM setiap warga negara.