Tidak dapat dipungkiri lagi, peradaban manusia akan selalu berubah. Contoh sederhananya adalah ketika dahulu manusia berkomunikasi jarak jauh menggunakan surat, sekarang dapat dengan mudah dengan teknologi online. Saat ini, kita hidup di zaman digital dan lazimnya orang menyebut dengan revolusi industri 4.0. Pada era ini, segala bidang kehidupan dituntut agar menerapkan konsep modern atau digitalisasi. Digitalisasi dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu, seperti ketika sekarang ini akibat adanya pandemi COVID-19 yang menyebabkan interaksi dalam masyarakat terbatas, teknologi pun hadir menjadi solusi untuk membantu manusia dalam keterbatasan, terlebih lagi dalam bidang hukum.
E-Court dan Sistem Peradilan di Indonesia
Sebelum pandemi COVID-19 menyerang Indonesia, teknologi sudah mulai diterapkan dalam sistem peradilan di Indonesia. Ada sistem E-Court yang diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik guna mewujudkan Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan. Substansi dalam E-Court adalah pendaftaran perkara, pembayaran biaya perkara online, panggilan sidang dan pemberitahuan putusan kepada para pihak secara elektronik, serta persidangan secara elektronik.
Sebelum pandemi ini, masyarakat juga masih dapat memilih apakah ingin menggunakan sistem E-Court atau dengan sistem peradilan seperti biasa (offline). Namun, semenjak maraknya wabah COVID-19 ini, masyarakat serta sistem kerja peradilan harus mulai terbiasa dengan menerapkan E-Court.
Pengalaman yang berbeda adalah proses peradilan yang dilakukan secara virtual dimana yang sebelumnya dilakukan di ruang sidang pengadilan. Seperti sekarang ini, hakim dan aparatur peradilan tetap bekerja di kantor namun dengan giliran, lalu sidang tetap berada di ruang sidang dengan protokol Kesehatan seperti mengukur suhu badan, menggunakan masker, menyediakan hand sanitizer, membatasi jumlah dan jarak, dan dapat memanfaatkan video conference dengan terdakwa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya dapat dilihat di SEMA No.1 Tahun 2020).
Dengan teknologi, masyarakat pencari keadilan tetap dapat memperjuangkan haknya dengan cara virtual. Kekurangan dari perubahan proses peradilan ini berdampak pada masyarakat yang masih kurang memahami tentang teknologi tersebut, selain itu keterbatasan alat atau prasarana dalam praktek persidangan.
Artificial Intelligence dan Masa Depan Peradilan
Selain itu, teknologi juga menghadirkan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Kecerdasan manusia juga ditiru oleh teknologi sehingga terdapat dalam mesin yang diprogramkan untuk berpikir serta bertingkah laku seperti manusia. Kecerdasan buatan ini mulai terapkan dalam industri, tak lain lagi dalam hukum. Di masa depan, peran hakim di dunia khususnya di Indonesia mungkin saja digantikan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence).