Pada dasarnya kebebasan hakim adalah kunci keberhasilan untuk mewujudkan peradilan bersih dan bebas korupsi. Namun, lembaga peradilan juga memegang peran untuk menjadi jembatan informasi antara masyarakat dengan hakim akan materi putusannya.
Kebebesan hakim dalam praktik konvensional maupun elektronik tetap lah sama, menjadi hal yang mutlak sebagaimana amanat undang-undang. Hakim pada hakikatnya, dengan titik tolak ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa tugas hakim untuk mengadili perkara berdimensi menegakkan keadilan dan menegakkan hukum. Kemudian, dalam memutus suatu perkara hakim bebas untuk mempertimbangkan secara seksama dan adil terhadap penerapan substansi hukum terkait dengan keadilan yang berstandar pada norma-norma yang hidup dalam suatu masyarakat.
Berdasarkan tuntutan reformasi untuk menjaga kepercayaan publik, akuntabilitas dan kredibilitas dari pengadilan maka dibentuklah Komisi Yudisial (KY), yang bertujuan untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang mandiri. Sehingga, nantinya akan menghasilkan dan meningkatkan integritas, kapasitas, dan profesionalitas dari hakim itu sendiri yang telah sesuai dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam menjalankan kewenangan serta tugasnya.
Tidak hanya itu, kehadirannya pun diharapakn dapat mewujudkan peradilan bersih, independent, transparan dan menegakkan keadilan untuk semua lapisan masyarakat.
Jika dilihat dari kuantitas laporan yang masuk, sepanjang Januari hingga September 2019, KY menerima sebanyak 1139 laporan masyrakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim (KEPPH) dan 669 surat tembusan. Jumlah ini menyimpulkan bahwa terjadi penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3474 laporan.
Seiring dengan penurunan tersebut, nantinya fokus KY bukan lagi pada aspek pengawasan tapi lebih kepada preventif dalam menjaga, meningkatkan, serta mendorong kualitas putusan pengadilan. Penulis menganggap penurunan laporan yang diterima KY bukanlah suatu hal membanggakan karena inti permasalahannya adalah kemampuan hakim dalam menganalisa perkara untuk menjadi suatu pertimbangan dan menghasilkan putusan yang berdasarkan prinsip penegakan keadilan.
Pasalnya, laporan penurunan tersebut berbanding terbalik dengan peningkatan laporan pengajuan banding maupun kasasi yang diterima Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Oleh karena itu, menjadi pertanyaan “Apakah Hakim telah menjalankan kewenganan dan tugasnya dengan benar atau sebagai formalitas belaka, yang penting cepat selesai di lingkungannya?”
KY yang ikhwalnya menjadi lembaga negara yang bersifat mandiri dalam hal pengangkatan hakim dan menjaga serta menegakkan integritas hakim, justru kewenangannya cenderung digantungkan pada lembaga lain, yaitu oleh Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat.