Walaupun Restorative Justice merupakan konsep pemidanaan, namun tidak hanya terfokus terhadap kertentuan pidana (formal dan materiil) tapi juga harus dilihat dari sudut kriminologi dan sistem pemasyarakatan. Mendorong penyelesaian suatu tindak pidana dengan menggunakan cara yang lebih informal dan personal, daripada menyelesaikan suatu perkara atau tindak pidana menggunakan cara formal dan impersonal dengan menggunakan pola sebelum dan sesudah proses persidangan. Hal yang dimaksud sebelum proses persidangan yaitu ketika perkara tersebut masih berada dalam proses kepolisian maupun kejaksaan. Penyelesaian tindak pidana dengan prinsip-prinsp Restorative justice tersebut dapat diselesaikan menurut inisiatif kepolisian atau kejaksaan.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur mengenai tugas dari Polri yang memiliki kewenangan diskresi (discretionary power). Kewenangan diskresi merupakan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang yang mana kepolisan berhak untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan suatu perkara / tindak pidana. Diskresi dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisan Negara Republik Indonesia mengandung pemahaman bahwa:
“(1). Untuk kepentinagn umum, pejabat kepolisian Negara republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
(2) pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukakn dalam keadaan yang sangat perlu dan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta Kode Etik Kepolisan Negara Republik Indonesia. Dalam pasal 18 ayat (1) “bertindak menurut penilannya sendiri” memiliki arti yaitu suatu tindakan yang dapat dilakukakn Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat resiko dari tindakannya dan betul-betul demi kepentingan umum”. Sedangkan saat perkara atau tindak pidana telah berada dalam tahap penuntutan, dalam tahap penuntutan jaksa diberi wewenang untuk menentukan dapat atau tidak suatu perkara diajukan ke pengadilan dan pasal apa yang akan didakwakan. Dan juga penuntut umum atau jaksa dapat menghentikan penuntutan perkaranya berdasarkan asas Oportunitas atau asas kebijaksanaan menuntut. Asas tersebut yang dapat jaksa gunakan menjadi dasar untuk menyelesaikan perkara pidana diluar pengadilan melalui pendekatan Restorative Justice.