Pemerintah di pelbagai kesempatan untuk mengkomunikasikan perihal wajibnya vaksinasi kepada masyarakat acap kali menggunakan pendekatan sanksi, denda dan pidana penjara. Seperti yang dilakukan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bapak Edward Omar Sharif Hiariej ketika mengisi sebuah acara daring dengan pengurus Ikatan Dokter Indonesia pada pertengahan Januari 2021. Meskipun Peraturan Perundang-Undangan mengatur adanya sanksi administratif, denda, dan pidana penjara. Penyampaian informasi dengan gaya komunikasi seperti ini akan menjauhkan masyarakat dari kesadaran akan vaksinasi dan menimbulkan respons penolakan.
Ada baiknya, pemerintah menggunakan paradigma pendekatan persuasif untuk meningkatkan keterbukaan informasi publik dan beredarnya informasi vaksin di masyarakat daripada melakukan pendekatan sanksi administratif, denda, dan pidana penjara. Banyaknya informasi yang beredar di masyarakat akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan vaksinasi sehingga vaksinasi dilakukan secara sukarela tidak dengan paksaan atau bayang-bayang ancaman hukuman, bukan tidak mungkin apabila nanti permintaan akan vaksinasi mandiri lebih besar daripada vaksinasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
Menjadi tugas berat pemerintah dalam membangun kembali kepercayaan publik yang sempat hancur di awal pagebluk Covid-19 akibat sikap sombong dan meremehkan, apalagi gurauan pejabat publik yang masing terngiang-ngiang di benak masyarakat. Semoga usaha pemerintah untuk melakukan vaksinasi dan usaha masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan secara ketat berhasil mengatasi pagebluk Covid-19, bukankah keberhasilan dapat dicapai dengan besarnya usaha?