PENDAHULUAN
Masih terdapat beberapa anggapan negative tentang Dewan Perwakilan Daerah yang dibubarkan, disebabkan karena kewenangan DPD yang tidak jelas dan anggota DPD yang dianggap kurang berintegritas. [1]Anggapan-anggapan ini alih-alih justru membawa pembahasan demi pembahasan yang semakin tajam, dengan 2 pilihan; DPD dibubarkan atau DPD dikuatkan kewenangannya.[2] 2 pilihan tersebut sampai saat ini masih sulit untuk diputuskan dikarenakan akan membawa pengaruh yang besar terhadap desain ketatanegaraan dalam negeri ini. Padahal, jika ditinjau ulang kembali bahwa diciptakannya DPD didesain untuk mengimbangi kekuatan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga negara yang oleh UUD Tahun 1945 diberi kekuasaan membentuk Undang-Undang bersama Presiden, sehingga dapat dipahami bahwa pengisian keanggotaan dari DPD itu sendiri harus diluar parpol.[3] Artinya bahwa diciptakannya DPD semata-mata agar Negara demokrasi dalam negeri ini semakin berkembang dengan baik.
Namun polemik pro dan kontra terhadap hadirnya DPD masih menjadi perbincangan yang panas, jika mengacu terhadap fakta atas anggapan-anggapan dari beberapa kalangan tersebut. Satu sisi berbicara agar DPD dibubarkan dengan dalih bahwa lembaga tersebut tidak berguna dalam ketatanegaraan negara ini, namun disisi yang lain justru sebaliknya bahwa DPD menjadi peran penting bagi rakyat agar hak-hak politiknya dapat tercapai dengan maksimal. Oleh karena itu, tujuan dari paper ini adalah sebagai ikhtiar ilmiah untuk menjawab kekeliruan dari sekelompok orang terhadap eksistensi DPD, sehingga pembahasan akan dilakukan secara komprehensif mengenai masa depan DPD dengan melihat dari segi yuridis, filosofis, dan sosiologis, terutama dari sisi pembelaan terhadap DPD sebagai produk reformasi, pengawal desentralisasi, dan otonomi daerah.
PEMBAHASAN
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia merupakan lembaga perwakilan baru dalam ketatangeraan Indonesia yang dibentuk melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disahkan tanggal 9 November 2001. Dasar pertimbangan dibentuknya DPD, antara lain: pertama, untuk membangun sebuah mekanisme kontrol dan keseimbangan (check and balance) antar kekuasaan negara dalam lembaga legislatif. DPD diharapkan mampu menjamin dan menampung perwakilan dan kepentingan daerah-daerah secara memadai, serta memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah dalam lembaga legislatif. Kedua, untuk memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, meneguhkan semangat kebangsaan seluruh daerah dalam forum yang mempertemukan berbagai persoalan daerah.[4]
Dibentuknya DPD sejalan dengan semangat untuk mengakomodasi keterlibatan daerah dalam pengambilan kebijakan nasional dan sesuai dengan check and balances yang ingin di terapkan oleh pemerintah pada waktu itu.[5]Pembentukan DPD dilandasi oleh pemikiran untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan-keputusan politik di tingkat nasional terutama yang langsung berkaitan dengan kepentingan daerah. DPD didesain untuk mengimbangi kekuatan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga negara yang oleh UUD Tahun 1945 diberi keuasaan membentuk Undang-Undang bersama Presiden.[6] Sehingga pengisian keanggotaanya pun harus berasal diluar parpol agar dapat mengimbangi peran dari DPR sebagai lembaga politik.
Keanggotaan DPD harus diluar parpol merupakan dampak atas Putusan MK Nomor: 30/PUU-XVI-/2018 yang terdaftar tanggal 9 April 2018, telah memberikan perubahan yang sangat besar bagi model lembaga legislatif Dewan Perwakilan Daerah atau disebut dengan istilah DPD. [7] Dalam keputusan tersebut bahwa anggota DPD dinyatakan inkonstisional bersyarat bahwa keanggotaan DPD tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik, Apabila anggota DPD berasal dari pengurus partai politik maka dinilai akan lebih mengutamakan kepentingan partai politik serta akan melekat jabatan, tugas, fungsi, tanggung jawab, dan kewenangan pengurus parpol tertentu daripada mengutamakan kepentingan daerah.
Dari beberapa hal di atas mengartikan bahwa lembaga DPD merupakan lembaga Negara yang sudah diamanatkan oleh konstitusi, yang mana secara hakikatnya lembaga tersebut sebagai produk reformasi, pengawal desentralisasi, dan otonomi daerah yang harus dijunjung tinggi-tinggi agar kepentingan wilayah dapat tersampaikan dengan baik, apalagi melihat putusan MK pada tahun 2018 itu, juga menjadi kedudukan DPD semakin kuat dalam mengimbangi lembaga DPR yang pada dasarnya lembaga tersebut berhaluan sebagi lembaga politik dan lembaga DPD sebagai perwakilan daerah agar dapat mengimbangi peran DPR dalam menjunjung hak-hak rakyat.
Meskipun kewenangan DPD masih terbatas, namun semuanya berorientasi kepada kepentingan daerah yang harus diperjuangkan secara nasional berdasarkan postulat keseimbangan antara kepentingan nasional dengan kepentingan daerah, keberadaan DPD tidak dapat dipisahkan dari adanya putusan daerah sebagai salah satu unsur MPR yang terdiri dari perwakilan politik (political representation), perwakilan daerah (territorial representation), Jadi jelas ada 2 keseimbangan yang harus kita jaga disini. Pertama, keseimbangan antara kepentingan nasional dengan kepentingan daerah. Kedua, keseimbangan perwakilan politik dan perwakilan daerah. [8]
PENUTUP
Secara garis besar bahwa keberadaan DPD RI secara yuridis konsitusional memang sama sejajarnya dengan lembaga besar yang lain; DPR, Presiden, MA, MK, dan BPK. Akan tetapi kesejajaran tersebut hanya sebatas penamaannya saja, tidak dibarengi dengan kewenangan yang sama. Walaupun pada dasarnya DPD memiliki kewenangan untuk merekomendasikan Undang-Undang namun tetap saja keputusan berada ditangan DPR sehingga peran DPD dalam hal legislasi sangat minim sekali.[9] Selain itu dalam perihal pengawasan DPD juga tidak maksimal dikarenakan hasil pengawasan dari DPD tidak ditindaklanjuti dan dijadikan bahan pertimbangan oleh DPR.
Maka dari itu agar kewenangan DPD bisa maksimal, walaupun hanya terbatas secara kewenangannya saja, maka DPD harus menyusun strategi dalam mengoptimalisasi peran DPD. Untuk itu DPD harus menyusun format kerja serta memantapkan struktur kelembagaan agar semua fungsinya dapat berjalan dengan maksimal, sebagai cerminannya DPD harus belajar dengan DPR. Selain itu pula, melihat keanggotaan DPD yang bukan dari unsur parpol namun mengharuskan mereka untuk paham tentang perihal tersebut maka harus disiapkan juga regulasi mengemai sistem kaderisasi dan pendidikan politik bagi anggota DPD. Penguatan kelembagaan DPD tidak cukup hanya dengan pemisahan unsur politik dari kelembagaan DPD, namun harus didukung dengan langkah-langkah yang lain, khususnya penguatan melalui regulasi. Kemudian yang tak kalah pentingnya DPD juga harus mengupayakan program amandemen konstitusi yang baru agar kewenangannya dapat disejajarkan dengan DPR. Selain itu DPD juga harus selalu aktif untuk melakukan pendekatan dengan DPR agar dalam penyusunan prolegnas DPD memiliki peran yang berpengaruh dalam penyusunannya, sehingga nantinya tidak dikerdilkan. Maka dari itu jika semua itu bisa berjalan dengan baik, benar, dan konsisten DPD bisa menjadi lembaga yang benar benar berpengaruh bagi masyarakat dalam rangka memaksimalkan program-program dari daerah.