Sebelum membahas beberapa hal tentang sebuah definisi “Paralegal”, terlebih dahulu penulis akan menguraikan tentang pentingnya sebuah kebijakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah sebagai sebuah terobosan untuk membangun peradaban hukum yang arif dan bijaksana. Sebagaimana kita ketahui terdapat sebuah adagium hukum yang berbunyi “ Fiat Justitia Pereat Mundus” yang artinya bahwa meskipun besok langit akan runtuh sejatinya keadilan haruslah ditegakkan.
Dari adagium tersebut, sebagai orang yang paham akan arti pentingnya hukum, timbulah suatu pertanyaan, pada saat kapan harus memulai dan melaksanakan terwujudnya hukum yang murni dan konsekuen tersebut, pertanyaan itu masih berada dalam angan-angan yang masih belum tertunaikan secara nyata dalam praktik penegakkan hukum di Indonesia saat ini.
Kemudian apa yang telah penulis sampaikan di awal bahwa definisi “Paralegal” adalah setiap orang yang berasal dari komunitas, masyarakat, atau Pemberi Bantuan Hukum yang telah mengikuti pelatihan Paralegal, tidak berprofesi sebagai advokat, dan tidak secara mandiri mendampingi Penerima Bantuan Hukum di pengadilan.
Hal tersebut tercermin dalam pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2021 yang baru diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 3 Februari 2021. Terkait persoalan hukum yang dihadapi masyarakat secara langsung juga menegaskan pentingnya peran pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi mereka yang menghadapi sebuah perkara hukum.
Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Yage mengatakan bahwa jasa pelaku hukum yang kreatif sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat merasakan manfaatnya, oleh karena itu harus dilakukan secara murni dan konsekuen dari apa yang telah dicita-citakan. Paralegal memiliki fungsi yang penting dalam melakukan advokasi hukum atau pendampingan hukum sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum.
Landasan yang ideal dalam mendukung tugasnya tersebut tercermin dalam konsideran menimbang dalam Permenkumham No 3 Tahun 2021 yang berbunyi “bahwa pemberian bantuan hukum saat ini belum menjangkau seluruh masyarakat Indonesia karena adanya keterbatasan pelaksana bantuan hukum sehingga diperlukan peran paralegal untuk meningkatkan jangkauan pemberian bantuan hukum”.
Jika melihat sejarah kebelakang maka tentunya sebuah proses atau dinamika yang cukup serius bagi kedudukan “ Paralegal”. Dimana pada tahun 2018, kedudukan Paralegal atas suatu kewenangan yang dapat melakukan praktek baik litigasi maupun non-litigasi dipertanyakan oleh sejumlah Advokat pada saat itu, terdapat 18 pemohon yang berprofesi sebagai Advokat melakukan pengujian secara materiil kepada Mahkamah Agung.