Memasuki periode kedua atau tahun ke 6 (enam) pemerintahan Jokowi, beragam permasalahan legislasi terus mendapat sorotan. Beberapa produk legislasi lahir secara kontroversial akibat dipandang belum terlalu mendesak untuk dibutuhkan tetapi dengan cepat masuk dalam legislasi dan mendapat pengesahan.
Beberapa Undang-Undang tersebut antara lain perubahan Revisi Undang-Undang KPK, Revisi Undang-Undang Minerba, RKUHP, terpecahnya suara terkait dengan RUU P-KS serta Undang-Undang Cipta Kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya kegagalan Negara dalam memahami dan memenuhi kebutuhan hukum berbangsa dan bernegara.
Melihat beberapa permasalahan produk legislasi tersebut, maka terasa penting menelusuri lebih dalam terkait kemampuan Pemerintah dalam menyusun dan mengontrol lahirnya peraturan perundang-undangan. Periode tahun 2020 merupakan periode yang cukup menarik untuk menyorot politik hukum negara. Pada periode ini cukup banyak peraturan perundangan-undangan yang dilahirkan dan menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Ada yang menolak pada tahap pengusulan, ada yang menolak pada tahap pembahasan dan bahkan ada juga yang menolak keras pada saat setelah di undangkan.
Membentuk suatu peraturan perundang-undangan tentunya membutuhkan rencana atau politik hukum yang baik. Rencana tersebut tentu harus masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) terlebih dahulu. Prolegnas diartikan sebagai instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis”. Dengan demikian, Prolegnas merupakan satu proses yang sepenuhnya berlangsung sejak saat “pra-pembentukan peraturan perundang-undangan”.
Prolegnas memiliki kedudukan penting dalam pembangunan hukum nasional karena program ini secara sistematis menetapkan prioritas rancangan undang-undang yang akan dibahas oleh DPR bersama pemerintah. Proses pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan.
Menilik sejarah ketatanegaraan Indonesia, keterlibatan pemerintah dalam proses pembentukan UU di DPR sudah terjadi pada masa berlakunya UUDS 1950. Pasal 89 UUDS 1950 pada pokoknya menyebutkan bahwa kekuasaan perundang-undangan dilakukan oleh pemerintah bersama dengan DPR. Selanjutnya, pada masa sebelum reformasi, percampuran kekuasaan antara cabang kekuasaan legislatif dan cabang kekuasaan eksekutif juga dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945. Walaupun pasca amandemen UUD 1945, kewenangan melahirkan peraturan perundang-undangan ada pada DPR dan Pemerintah sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 20 UUD 1945.