Penetapan sanksi non-palu selama enam bulan kepada hakim ad hoc Syamsul Rakan Chaniago oleh Mahkamah Agung, atas pelanggaran kode etik hakim telah tepat dengan undang-undang yang berlaku. Terlepas dari hubungan pelanggaran kode etik dengan persoalan sebelum putusan kasus SKL BLBI yang diambil MA. Dengan babak baru ini, KPK dapat menentukan langkah baru untuk menyelesaikan kasus yang telah merugikan negara tersebut. Dengan menghormati putusan SKL BLBI oleh MA, KPK tetap dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengembalikan kerugian negara.
Mahkamah Konstitusi sebetulnya memutus bahwa jaksa tidak dapat mengajukan PK. Namun, dalam kondisi adanya pelanggaran kode etik hakim, maka perlu adanya pertimbangan PK demi hukum. KPK masih memiliki peluang untuk mengajukan PK, sebab mencari keadilan materiil dalam pidana tidak terbatas waktunya. Dengan filosofi dan dasar pemikiran yang sama, maka KPK sebagai penuntut harus diberi ruang untuk PK dalam rangka mewujudkan keadilan materiil.
kawanhukum.id merupakan platform digital berbasis website yang mewadahi ide Gen Y dan Z tentang hukum Indonesia. Tulisan dapat berbentuk opini, esai ringan, atau tulisan ringan lainnya dari ide-idemu sendiri. Ingin tulisanmu juga diterbitkan di sini? Klik tautan ini.
Baca juga:
- Krisis Kehormatan di Pengadilan Indonesia: Ketika Hakim Menjadi Sasaran Teror
- Reka Baru Pengadilan: 3 Hal Penting Untuk Proteksi Hakim
- Optimalisasi Pencegahan Merendahkan Pengadilan oleh Komisi Yudisial
- Kepercayaan Publik Terhadap Integritas Hakim dan Marwah Pengadilan
- Perlukah Rekonstruksi Sistem Rekrutmen dan Integritas Hakim?
- Tanda Tanya Batas Minimum dan Maksimum Usia Hakim MK
- Apakah Ini Sebagai Fenomena Pengabaian Kode Etik Profesi Hakim?
- DPR Loloskan 7 Calon Hakim Agung Usulan KY
- Menelaah Sudut Pandang Integritas Hakim Konstitusi dalam Batasan Umur 55 Tahun
- Shared Responsibility dalam Meningkatkan Integritas Hakim di Indonesia