Adapun layanan yang ada dalam equity crowdfunding antara lain jangka waktu penawaran 12 bulan, nilai penawaran paling banyak Rp 10 milyar, masa penawaran paling lama 60 hari,dan hanya dapat menawarkan saham melalui 1 penyelenggara dalam waktu yang bersamaan.
Kemudian, Kunwidarto menambahkan, penerbit diharuskan membayar denda apabila penerbit membatalkan penawaran saham sebelum berakhirnya masa penawaran saham dan apabila minimum dana tidak terpenuhi maka penawaran batal demi hukum. Selanjutnya, syarat untuk menjadi penerbit saham dalam equity crowdfunding merupakan bukan perusahaan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang pasar modal jika jumlah pemegang saham tidak lebih dari 300 pihak dan modal yang disetor tidak lebih dari Rp 30 milyar.
Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 32 Peraturan OJK Nomor 37/POJK.04/2018 Tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding), penyelenggara maupun penerbit saham wajib menjaga keharasiaan data informasi mengenai saham maupun data informasi mengenai penerbit. Menurut Ermanto, dengan adanya fintech jenis equity crowdfunding maka dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan modal dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan usaha.
Lebih lanjut Ermanto menjelaskan, fintech crowdfunding terbagi dalam beberapa kategori seperti donation based, reward based, debt based, dan equity based. Equity Based adalah uang yang disetorkan akan menjadi ekuitas atau bagian kepemilikan atas perusahaan dengan imbalan dividen. Donation based berbentuk donasi yaitu para pendonor yang menyetorkan tidak mendapat imbalan dari proyek yang diajukan. Sedangkan debt based sama seperti pinjaman pada umumnya. Kemudian reward based adalah mereka yang mengajukan proposal memberikan penawaran berupa hadiah.
Namun, Ermanto menambahkan crowdfunding yang ada di Indonesia berbentuk equity based. Kemudian, BPKN juga dapat menerima pengaduan dari konsumen terkait equity crowdfunding dalam ranah e-commerce.