Pandemi Covid-19 yang belum berakhir menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat, tidak terkecuali bagi pelaku usaha. Lesunya sebagian sektor usaha cukup membuat para pelaku usaha sebagai debitor ketar-ketir lantaran potensi gagal bayar kepada kreditor selalu membayangi mereka. Gagal bayar dalam Hukum Kepailitan sering kali diselesaikan dalam dua metode yang berbeda, yaitu pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Mengutip pendapat Jimmy Simanjuntak selaku Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) dalam laman berita online, menyatakan bahwa permohonan pailit dan PKPU pada tahun 2020 mengalami peningkatan sebanyak 50% selama pandemi Covid-19 berlangsung, selengkapnya dapat dibaca disini. Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa, tidak menutup kemungkinan permohonan pailit atau PKPU terus meningkat mengingat pandemi Covid-19 khususnya di Indonesia belum berakhir. Dalam praktik tak jarang terdapat permohonan pailit dan PKPU sekaligus dalam satu kasus yang sama, biasanya hal ini dikarenakan pihak kreditor memohonkan pailit agar haknya segera dibayarkan, akan tetapi disisi lain pihak debitor memohonkan PKPU agar usahanya tetap berlangusng dan tidak pailit. Maka dari itu timbul pertanyaan, jika terdapat permohonan pailit dan PKPU sekaligus dalam satu kasus mana yang harus didahulukan? dan mengapa demikian?
Apa itu Pailit dan PKPU?
Sebelum membahas lebih jauh mengenai mana yang harus didahulukan antara Pailit atau PKPU, alangkah lebih baik apabila kita memahami terlebih dahulu apa itu Pailit dan PKPU. Pengaturan pailit dan PKPU dapat ditemukan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penudaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU).
Yang dimaksud dengan Kepailitan termuat dalam Pasal 1 angka 1 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusanya dan pemberesanya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”. Pelaku usaha atau debitor dapat dimohonkan pailit apabila mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak dapat membayar utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih baik dari permohonan pihak kreditor atau debitor itu sendiri, hal ini sebagaimana termuat dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.