Bila dilihat dari sudut pandang HAM Indonesia, sanksi hukuman kebiri kimia sepertinya bertentangan dengan HAM yang dimuat dalam hukum Indonesia. Setidaknya terdapat dua pasal dalam UUD NRI tahun 1945 yang bertentangan dengan hukuman kebiri kimia, yakni pasal 28 G ayat (2) dan pasal 28 B ayat (1) UUD NKRI tahun 1945.
Pasal 28G ayat (2) UUD NKRI Tahun 1945
Pasal ini berbunyi, “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.”
Dari bunyi Pasal 28 G ayat (2) tersebut, jelas hukuman kebiri bertentangan dengan konstitusi. Maksud atau tafsir dari Pasal 28 G ayat (2) UUD NRI tersebut adalah, tidak membenarkan adanya warga negara Indonesia dikenai penyiksaan, dan/atau tindakan yang tidak manusiawi yang merendahkan derajat martabat seseorang manusia atau warga negara. Dari tafsir pasal ini memiliki korelasi hukum dari pelaksanaan tindakan hukuman kebiri, jelas hukuman kebiri kimia termasuk dalam bentuk penyiksaan fisik/badan terhadap seseorang. Padahal bila mengacu dalam hukum pidana Indonesia tidak ada yang namanya hukuman fisik/badan terhadap terpidana. Pasal 10 KUHP selaku landasan hukum pidana di Indonesia menyebutkan hukuman pidana pokok hanya meliputi pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan.
Pasal 28B ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
Pasal ini berbunyi, “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Bayangkan saja jika seseorang terpidana telah menjalankan hukuman pokoknya kemudian seseorang tersebut ingin membentuk keluarga dan melanjutkan keturunannya sesuai dengan hak warga negara dalam pasal 28 B ayat (1) UUD NRI tahun 1945, namun terhalang oleh kebiri yang dialaminya.
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia merupakan turunan dari BAB XA UUD NRI tahun 1945. Sama halnya dengan UUD NRI tahun 1945, dalam UU No. 39/1999 tentang HAM ini bahkan lebih lengkap dan komprehensif untuk diperjelas mengenai tentang perlindungan hak asasi manusia setiap warga negara. Hukuman kebiri kimia bertentangan dengan UU No. 39/1999 tentang HAM bisa dilihat dalam isi pasal berikut ini:
- Pasal 9 ayat (2), setiap orang berhak hidup bahagia, sejahtera lahir dan batin.
- Pasal 10 ayat (1), setiap orang berhak membentuk keluarga dan keturunan.
- Pasal 21, setiap orang berhak keutuhan pribadi baik rohani maupun jasmani dan karena itu tidak boleh dijadikan objek penelitian tanpa persetujuan dirinya.
- Pasal 33 ayat (1), setiap orang berhak bebas dari penyiksaan.
Selain UUD NRI Tahun 1945 dan UU No. 39/1999 tentang HAM, peraturan perundang-undangan yang kaitannya bertentangan dengan hukuman kebiri kimia yakni Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam UU No. 29/2004 tersebut, seseorang dokter/tenaga medis dilarang untuk melakukan tindakan medis tanpa persetujuan. Bila ketentuan ini dilanggar sama saja terdapat pelanggaran hak atas tindakan medis dan hak perlindungan atas integritas fisik dan mental seseorang.
Seperti pepatah mengatakan bahwa “nasi telah jadi bubur”, sama halnya juga seperti aturan mengenai hukuman kebiri kimia saat ini yang telah ada, dan tidak bisa dielakkan. Sebab, segala aturan dalam Undang-Undang telah memerintahkan, semua orang wajib tunduk melaksanakan perintah undang-undang.