Selain itu alasan kedua, ialah adanya ketidak percayaan luas terhadap badan peradilan biasa dalam melaksanakan penegakan konstitusi, sehingga diperlukan suatu badan khusus yang terpisah dari pengadilan biasa untuk mengawasi undang-undang serta membatalkannya jika ternyata bertentangan dengan UUD sebagai perangkat norma hukum dasar bernegara. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa Judicial review telah menjadi hal yang lazim dalam sistem ketatanegaraan negara-negara di dunia, tidak hanya di Indonesia.
Mahkamah Konstitusi
Menurut Harjono dalam sebuah publikasi yang berjudul “Negara Hukum, Demokrasi, dan Mahkamah Konstitusi”, MK yang dapat disebut sebagai peradilan tata negara lahir karena kedudukan UUD NRI 1945 sebagai hukum tertinggi. Sebagai layaknya penegakan hukum pada umumnya, dalam hal penegakan UUD juga diperlukan mekanisme penegakan UUD melalui lembaga peradilan. Hal itu semata-mata untuk menjamin tegaknya UUD.
Sebuah UUD perlu dilaksanakan dengan undang-undang, namun adakalanya sebuah undang-undang yang seharusnya melaksanakan UUD justru tidak sesuai dengan UUD atau bahkan bertentangan dengan UUD.
Sesuai dengan kedudukan UUD sebagai hukum yang tertinggi, maka undang-undang yang tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan UUD seharusnya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dengan adanya kewenangan untuk melakukan uji undang-undang terhadap UUD yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi, maka UUD NRI 1945 setelah perubahan secara komprehensif telah menyediakan kebutuhan adanya peradilan tata negara dalam kesisteman UUD.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 telah mengatur dan menuliskan bahwa dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang. Dapat kita simpulkan disini bahwa Perppu adalah suatu aturan yuridis yang dibentuk dan ditetapkan oleh Presiden sebagai tanggapan atas kebutuhan hukum yang mendesak dan memerlukan penanganan yang cepat.
Menurut Soehino dalam sebuah buku berjudul “Hukum Tata Negara: Teknik Perundang-Undangan,” materi yang dapat diatur dengan Perppu pada prinsipnya adalah sama dengan materi yang dapat diatur dengan Undang-Undang, sebab kedua jenis peraturan perundangan ini kekuatan serta derajatnya adalah sama. Hal ini pun telah dinormakan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Judicial Review Perppu oleh Mahkamah Konstitusi
Dalam UUD NRI 1945 maupun UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tidak pernah sekalipun tertulis mengenai kewenangan MK dalam menguji Perppu. Namun tentunya, membaca peraturan perundang-undangan tidaklah sama dengan membaca buku teks pelajaran yang hanya cukup dibaca secara eksplisit, tetapi membaca peraturan perundang-undangan haruslah memahami suatu konsep yang terkandung secara implisit di dalamnya. Maka dari itu, terdapat beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam kewenangan MK melakukan pengujian terhadap Perppu.
Hal pertama ialah memahami terlebih dahulu bahwa menurut Pasal 7 ayat (1) UU P3, Perppu memiliki kedudukan yang sederajat dengan Undang-Undang. Tidak ada perbedaan derajat antara Perppu dengan Undang-Undang, yang ada hanyalah perbedaan proses pembentukannya. Untuk membentuk Undang-Undang diperlukan pembahasa bersama antara Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan Perppu cukup ditetapkan oleh Presiden.