Menurut pakar hukum penerbangan, Prof. Martono, tujuan adanya larangan hasil investigasi sebagai alat bukti di pengadilan adalah untuk meningkatkan kualitas keselamatan dan mencegah kecelakaan serupa kembali terjadi (Seminar dengan tema “Konstitusionalitas Hasil Investigasi Sebagai Alat Bukti di Pengadilan” dilaksanakan di Universitas Tarumanegara pada Kamis, 14 November 2019). Senada dengan Martono, Indra Rahmatullah (Peneliti POSKOLEGNAS) dalam sebuah webinar (Kelas Online MCC dengan tema “Keabsahan Hasil Investigasi KNKT sebagai Bukti di Pengadilan” dilaksanakan secara online pada Jumat, 29 Januari 2021) mengatakan bahwa yang menjadi dasar filosofi atau tujuan awal investigasi adalah semata-mata untuk mencari penyebab kecelakaan dan melakukan upaya pencegahan agar kecelakaan tidak terjadi lagi dimasa mendatang.
Jika hasil investigasi dijadikan alat bukti di persidangan, maka selama melakukan investigasi guna mencari penyebab kecelakaan, pilot dan kru pesawat akan ketakutan menyampaikan peristiwa yang sebenarnya. Tentu proses investigasi yang tidak maksimal berakibat pada tidak maksimal pula hasil investigasi yang akan digunakan untuk mencegah kecelakaan di masa mendatang.
Pendapat yang sedikit berbeda disampaikan Eddy Hiariej, bahwa sesuatu yang bisa jadi alat bukti haruslah diniatkan di awal untuk dijadikan sebagai alat bukti. Lebih lanjut, beliau juga menyatakan, jika hasil investigasi memuat indikasi kesalahan, maka hasil investigasi dapat menjadi alat bukti (Ilham Fajar, dkk. 2019: 275). Pendapat Eddy ini sejatinya membuka peluang harapan agar hasil investigasi KNKT dapat dijadikan alat bukti. Namun, arah kasus ini tetap pada status quo.
Alternatif Solusi
Pro kontra mengenai hasil investigasi KNKT yang bukan merupakan alat bukti di pengadilan tidak usai begitu saja. Apalagi jika dilihat dari posisi korban dari sudut pandang HAM. Bagi korban atau ahli warisnya yang menginginkan ganti kerugian tambahan dan terhalang karena hasil investigasi KNKT bukan merupakan alat bukti, Penulis menawarkan untuk melakukan uji materiil undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar ke MK.
Pemohon dapat memohon agar Pasal 359 Ayat (1) UU Penerbangan dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “kecuali jika memuat indikasi kesalahan”. Selengkapnya bunyi Pasal 359 Ayat (1) menjadi “hasil investigasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses peradilan, kecuali jika memuat indikasi kesalahan.” Pasal UUD yang dijadikan batu uji nantinya adalah Pasal 28D Ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Pemohon dapat mendalilkan bahwa dirinya sebagai korban atau ahli waris korban terhalang jaminan dan perlindungan hukumnya akibat hasil investigasi KNKT yang tidak dapat dijadikan alat bukti di peradilan. Seharusnya korban kecelekaan pesawat yang menuntut ganti rugi selayaknya dapat diperlakukan sama dengan pihak-pihak lain yang juga ingin mendapat ganti rugi. Terlepas dari MK nantinya menerima atau menolak, tawaran ini layak untuk dicoba. Tentu jika permohonan dikabulkan akan tercipta pemajuan terhadap jaminan dan perlakuan hukum bagi korban atau ahli warisnya dalam kecelakaan pesawat kedepannya.