Kebutuhan teknologi dan digitalisasi terhadap setiap aspek kehidupan terjadi sangat pesat saat ini. Seolah menjadi hal penting untuk memenuhi kebutuhan akses informasi secara cepat di tengah masyarakat. Terlebih lagi di masa pandemi covid-19 ini, pemanfaatan teknologi menjadi penolong dalam menghadapi tantangan kehidupan di tengah social distancing.
Generasi muda mungkin saja sebagian besar sudah siap dengan era digitalisasi ini, namun bagaimana dengan generasi sebelumnya? Di lapangan, ternyata banyak yang masih belum siap dan banyak yang mengeluh kesulitan dalam menggunakan internet maupun segala media sosial yang disediakannya.
Sebetulnya kita patut bersyukur atas dampak yang dihadapi akibat pandemi ini, karena telah membuat arus informasi dan digitalisasi berkembang sangat cepat di Indonesia. Orang yang sebelumnya dikatakan “gaptek” alias gagap teknologi seakan dipaksa oleh keadaan ini harus menjadi melek teknologi, mau terbuka, dan mengembangkan dirinya untuk belajar hal baru yang dulunya tidak biasa dilakukannya.
Kita tidak lagi memasuki era adopsi teknologi, namun era adaptasi terhadap semua perubahan yang lebih modern dan kebutuhan serba cepat. Pola pikir dan gaya bekerja kita pun berubah menjadi lebih fleksibel, kreatif, dan tidak pasti.
Akan tetapi, di balik semua itu tetap diperlukan sikap bijaksana untuk memahami bagaimana cara memanfaatkan teknologi khususnya media sosial di internet. Di tengah asyiknya berselancar di dunia maya, ada banyak resiko yang harus di waspadai, salah satunya keamanan data pribadi pengguna media sosial. Siapapun kini bisa mengakses data pribadi kita di internet, asal mengetahui nama dan alamat media sosial yang kita miliki.
Tidak jarang ketika ingin mengakses website atau mendaftar pada sebuah aplikasi kita diwajibkan mendaftarkan diri dan mengisi data pribadi kita, baik nama lengkap, tempat tanggal lahir, email, nomor handphone, data keluarga, dsb. Hal tersebut pun dianggap lumrah karena banyak website juga menerapkannya.
Sebenarnya, perlindungan terhadap data pribadi di Indonesia masih jauh dari kata maksimal. Terbukti dari seringnya kasus cybercrime, seperti hacking maupun cracking (pembajakan) social media yang berujung pada pembobolan data pribadi, pemerasan, penipuan online dan masih banyak lagi. Kesadaran masyarakat dunia maya yang lebih sering disebut “netizen” ini memang sangat kurang dalam memahami pentingnya melindungi data pribadi. Hal ini lah yang membuat rumit apabila terjadi masalah dikemudian hari.