Trobosan mengenai adanya dana restitusi untuk korban diatur sebagaimana Pasal 30 yang menyatakan hak restitusi atau ganti kerugian yang didapat korban kekerasan seksual. Dana restitusi diberikan atas putusan hakim yang menetapkan pelaku bersalah. Nantinya, penyidik dapat melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan pelaku kekerasan seksual atas izin pengadilan negeri setempat. Namun, restitusi dapat dikembalikan jika perkara tidak jadi dituntut karena tak cukup bukti.
UU TPKS memiliki dimensi pembaruan pelindungan hukum dan beban pembuktian dalam hal terjadinya kekerasan seksual. Namun pemenuhan unsur yang terdapat pada pasal pemidanaan serta sebagian pembuktian yang subjektif menjadi problematika tersendiri bagi aparat penegak hukum, khususnya bagi hakim dalam mewujudkan putusan yang memenuhi keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral justice) dan keadilan sosial (social justice).
Baca juga:
- Ikhwal Penahanan Ijazah Karyawan oleh Perusahaan
- Telaah Implementasi Electronic Visa on Arrival (e-VoA) di Indonesia
- Jerat Hukum Tindakan Doxing di Dunia Maya
- Rahasia Mengerikan Phising, Ancaman Tersembunyi di Dunia Maya
- Konflik Rwanda dan Kendala Penegakan Hukumnya
- Ilusi Efek Penggentar Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo
- Meninjau Ulang Penerapan Keadilan Restoratif di Indonesia
- Paradigma Sistematis Tentang Terorisme
- Praktik Spionase dalam Hubungan Diplomatik Menurut Hukum Internasional
- KUHP Baru, Suka Sama Suka Legalkan Perzinaan?