Setidaknya 8 korban tewas dalam aksi kerusuhan, menyisakan duka yang sangat mendalam bagi seluruh rakyat Indonesia terutama keluarga dan sanak saudara dari korban tewas. Aksi yang mengatas namakan “people power” yang kemudian berganti menjadi “gerakan kedaulatan rakyat” seharusnya tidak dilaksanakan, karena menurut saya aksi tersebut bukan merupakan people power karena pada dasarnya people power adalah gerakan yang dilakukan untuk menjatuhkan pemerintah karena ekonomi hancur,politik hancur, dan sebagainya.
Namun sebaliknya gerakan kerusuhan pada tanggal 21-22 Mei 2019 tersebut menurut saya hanya tidak terima atas kekalahan dalam pemilu. Dan banyak berita tersebar mengatakan bahwa provokator dalam aksi kerusuhan tersebut merupakan orang bayaran yang dibayar oknum tertentu untuk melakukan provokasi kepada masyarakat. Namun tidak banyak juga masa kerusuhan yang tidak dibayar tetapi kemungkinan besar massa tersebut adalah pendukung dari yang tidak menerima kekalahan tersebut.
Untuk menghindari penyebaran hoax, pemerintah melakukan kebijakan dengan membatasi media sosial. Hal itu perlu dilakukan sebab takutnya terjedi kerusuhan yang akan menyebar di berbagai daerah karena berita- berita tidak benar akan sumbernya, berita-berita provokasi yang begitu gampanya masuk di tengah-tengah masyarakat masyarakat melalui media sosial karena media social sangat riskan terjadi penyebaran berita bohong yang dapat memprovokasi masyarakat.
Kilas balik pada bulan Mei 1998, terjadi kerusuhan yang sama dan kemudian berlanjut “chaos” dan terjadi pergantian kekuasaan dari persiden sebelumnya yang dipegan oleh presiden shoeharto berganti ke tangan presiden B.J. Habibie yang sepertinya ingin diulang oknum tertentu dengan megatasnamakan gerakan people power.
Padahal polisi dan TNI sudah jauh-jauh hari menyatakan kepada masyarakat untuk tidak usah tuun kejalan, karena dikhawatirkan banyak terosis dan penyusup yang hadir dalam aks tersebit yangi tersebut yang merencanakan adanya martir yang ingin membuat “chaos.” Oleh sebab itu, massa yang masih nekat turun ke jalan pada tanggal 21 dan 22 mei sebenarnya telah mengetahui resiko yang akan dialami karena aksiya itu. Resiko yang dialami yakni meskipun tertembak matipurn mereka belum tentu diberi gelas “martir.”