Menurut data di Bappenas, belanja pengadaan publik menyumbang hampir setengah dari seluruh belanja kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Sementara itu, pandemi telah berkontribusi pada proyeksi peningkatan signifikan dalam APBN Indonesia, dari $195 miliar USD pada tahun 2020 menjadi $196 pada tahun 2021, serta peningkatan belanja pengadaan pada periode yang sama (bappenas.go.id, 2021).
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya penguatan sistem pengadaan dan kinerja e-government sebagai pengontrol digital pengadaan publik. Di era saat ini kontrol melalui digital dianggap sebagai elemen penting dari strategi pencegahan korupsi di Indonesia, sekaligus untuk mendukung upaya tersebut, sebenarnya pemerintah juga telah berkomitmen untuk memperkuat reformasi birokrasi dan mempercepat transformasi digital, termasuk melalui One Data Indonesia, sebuah interface yang bertujuan untuk menyatukan platform tata kelola digitalnya.
Selain media diatas, juga diperlukan adanya pejabat yang berintegritas guna mengontrol proses pengadaan, dari mulai perencanaan hingga realisasi. Termasuk memperkuat KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia, sebagaimana amanat UNCAC dalam Pasal 6 dan 36.
Upaya Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengadaan Publik (Public Procurement)
Berdasarkan riset ICW (Indonesia Corruption Watch) sepanjang Pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia, berbagai upaya pemerintah dalam memberikan akses secara terbuka dan transparan dirasa belum sepenuhnya dapat dikatakan berhasil. Walaupun sebenarnya pemerintah dalam menanggulangi kedaruratan tersebut telah membuat regulasi hukum yang khusus untuk menanggulangi bencana COVID-19 di tanah air. Namun sejauh ini belum juga berjalan secara efektif.
Agar kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan efektif dan efisien, dalam menanggulangi COVID-19 dan pengadaan publik. Maka Indonesia dapat meniru kebijakan dari negara lain yang saat ini telah hampir bebas dari wabah pandemi, salah satunya Italia. Negara tersebut menerapkan kebijakantersentral mengenai pengadaan kepada lembaga nasionalnya. Sementara di Kolombia justru lebih terbuka dan transparan dimana negara tersebut, justru harus menyampaikan laporan secara real melalui platform e-procurement pemerintah terkait pengadaan publik selama pandemi.
Lebih jauh, jika dua kebijakan negara tersebut diterapkan di Indonesia, maka bukan tidak mungkin transparansi dan akuntabilitas terkait pengadaan publik selama pandemi dapat diawasi langsung oleh masyarakat luas. Akhirnya celah-celah korupsi semakin tertutup karena terdapat partisipasi publik dalam mengawasi alokasi dana pengadaan publik.