Hal ini menjawab kebutuhan masyarakat sekaligus ketidakpercayaan masyarakat kepada lembaga kepolisian dan kejaksaan yang lalai dalam pemberantasan korupsi. Jelas tercantum pada konsideran Menimbang huruf b UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang menjelaskan bahwa lembaga pemerintah (eksekutif) belum berfungsi sebagaimana mestinya dalam pemberantasan korupsi. Ini yang menjadi dasar pijakan alasan dibentuknya KPK.
Mengapa kita perlu menolak revisi UU KPK?
Struktur normatif independensi KPK tercantum pada UUD NRI 1945 dan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada pasal 38 UU Kekuasaan Kehakiman menerangkan bahwa terdapat badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Isi pasal 38 pada UU Kekuasaan Kehakiman itu merupakan UU organik dari UUD NRI 1945. Persoalan badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman didasari pada pasal 24 ayat (3) UUD NRI 1945. Dalam hal ini, KPK berhak melakukan penyidikan dan penuntutan secara independen.
Patut disayangkan, apabila akhirnya draf RUU KPK disahkan, KPK dapat tidak lagi menjadi lembaga negara penunjang yang independen. Pasal 3 draf RUU KPK menginginkan agar KPK menjadi lembaga pemerintah pusat, setara dengan kepolisian dan kejaksaan yang mana mencederai original intent pembentukan KPK yang didasari atas ketidakpercayaan masyarakat kepada kepolisian dan kejaksaan yang selama ini gagal bekerja secara efektif dan efisien dalam memberantas korupsi.
Hingga tulisan ini dimuat, jagat media sosial ramai dengan tagar #SaveKPK ‘Kami Tetap Bekerja, Kami Tetap Berjuang’. Ada pun persoalan lebih lanjut yang dapat mengancam tugas KPK dalam draf RUU KPK dapat diakses di laman ini.
Korupsi bisa terjadi jika ada NIAT dan KESEMPATAN