By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Kawan Hukum Indonesia
  • CURRENT ISSUES
  • SPOTLIGHTS
  • INSIGHTS
  • LAWSTYLE
  • FUN FACTS
Reading: Revisi UU KPK: Upaya Pelemahan KPK oleh Pemerintah?
Share
0

Tidak ada produk di keranjang.

Notification
Latest News
Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
1 minggu ago
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
2 minggu ago
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
2 minggu ago
Negara dalam Hukum Internasional
2 minggu ago
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
3 minggu ago
Kawan Hukum Indonesia
  • Current Issues
  • Spotlights
  • Insights
  • Fun Facts
Search
  • Pengantar Ilmu Hukum
  • Pengantar Hukum Indonesia
  • Etika Profesi Hukum
  • Bantuan Hukum
  • Hukum Acara
  • Hukum Konstitusi
  • Hukum Administrasi
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Contact
  • Complaint
  • Advertise
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Kawan Hukum Indonesia > Spotlights > Revisi UU KPK: Upaya Pelemahan KPK oleh Pemerintah?
Spotlights

Revisi UU KPK: Upaya Pelemahan KPK oleh Pemerintah?

Shofi Munawwir Effendi 3 tahun ago
Updated 2022/02/22 at 9:52 PM
Share
SHARE

Saat ini, usia Komisi Pemberantasan Korupsi hampir menginjak angka 17 tahun. Walaupun masih tergolong muda, sepak terjang KPK tidaklah bisa diremehkan. KPK telah menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. Lembaga independen ini menjadi harapan bagi masyarakat Indonesia untuk memimpin upaya pemberantasan korupsi. Sebagai lembaga berusia ‘remaja’, KPK benar-benar berhasil meyakinkan masyarakat bahwa lembaga yang lahir dari rahim reformasi ini telah sukses dalam upaya membersihkan perilaku KKN yang menggurita di tanah air.

Keadaan yang sangat disayangkan adalah ketika kepercayaan masyarakat kepada KPK harus dibayar mahal atas perbuatan para perwakilan rakyat di Senayan yang lagi-lagi berulah. Dikatakan lagi-lagi ialah karena telah berulang kali DPR mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya UU KPK). Akhirnya, usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR disetujui secara resmi pada Kamis (05/09/2019) untuk merevisi UU KPK.

Apa yang menjadi masalah?

Usulan revisi UU KPK oleh DPR merupakan kedok pengebirian independensi KPK. Ketakutan itu bukan tanpa alasan, upaya pelemahan KPK oleh DPR dapat terlihat terang benderang pada pasal-pasal perubahan UU KPK yang semakin mengerdilkan kewenangan lembaga pemberantasan korupsi ini. Sebelum meneruskan tulisan ini, patut dipahami bahwa alasan penolakan revisi UU KPK bukan pada menolak untuk merevisinya, namun substansi pasal-pasal pada UU KPK yang akan ditambah dan dikurangilah yang menjadi momok bagi keberlangsungan KPK untuk bekerja secara optimal.

Perkembangan zaman memaksa negara Indonesia membentuk lembaga negara keempat di luar Trias Politica (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Itulah yang dikenal sebagai lembaga negara penunjang, KPK termuat di dalamnya. Walaupun tidak tercantum pada UUD NRI 1945, pada dasarnya original intent KPK memang ditujukan sebagai lembaga negara independen.

Hal ini menjawab kebutuhan masyarakat sekaligus ketidakpercayaan masyarakat kepada lembaga kepolisian dan kejaksaan yang lalai dalam pemberantasan korupsi. Jelas tercantum pada konsideran Menimbang huruf b UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang menjelaskan bahwa lembaga pemerintah (eksekutif) belum berfungsi sebagaimana mestinya dalam pemberantasan korupsi. Ini yang menjadi dasar pijakan alasan dibentuknya KPK.

Mengapa kita perlu menolak revisi UU KPK?

Struktur normatif independensi KPK tercantum pada UUD NRI 1945 dan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada pasal 38 UU Kekuasaan Kehakiman menerangkan bahwa terdapat badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Isi pasal 38 pada UU Kekuasaan Kehakiman itu merupakan UU organik dari UUD NRI 1945. Persoalan badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman didasari pada pasal 24 ayat (3) UUD NRI 1945. Dalam hal ini, KPK berhak melakukan penyidikan dan penuntutan secara independen.

Patut disayangkan, apabila akhirnya draf RUU KPK disahkan, KPK dapat tidak lagi menjadi lembaga negara penunjang yang independen. Pasal 3 draf RUU KPK menginginkan agar KPK menjadi lembaga pemerintah pusat, setara dengan kepolisian dan kejaksaan yang mana mencederai original intent pembentukan KPK yang didasari atas ketidakpercayaan masyarakat kepada kepolisian dan kejaksaan yang selama ini gagal bekerja secara efektif dan efisien dalam memberantas korupsi.

Hingga tulisan ini dimuat, jagat media sosial ramai dengan tagar #SaveKPK ‘Kami Tetap Bekerja, Kami Tetap Berjuang’. Ada pun persoalan lebih lanjut yang dapat mengancam tugas KPK dalam draf RUU KPK dapat diakses di laman ini.

Korupsi bisa terjadi jika ada NIAT dan KESEMPATAN

Ceu Popong


Baca juga:

  • Hakordia dan Komitmen Penegakan Pemberantasan Korupsi di Indonesia
  • Ketua KPK Langgar Kode Etik dan Protokol Kesehatan?
  • Naiki Helikopter Mewah, Ketua KPK Firli Bahuri Langgar Kode Etik
  • Ketua KPK Bergaya Hidup Mewah, Memang Boleh?
  • Wakil Ketua KPK Terpilih Terancam Gagal Dilantik
  • Setelah DPR, Buzzer Mencoba Melemahkan KPK: Taliban Ngapain di KPK?
  • Revisi UU KPK: Upaya Pelemahan KPK oleh Pemerintah?
  • 5 Alasan Mengapa Kita Perlu Menolak Revisi UU KPK

You Might Also Like

Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?

Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup

Mendesak Pembatalan Megaproyek Ibu Kota Negara

Kerangka Kerja Regulasi Penanganan Limbah Medis COVID-19

Tantangan Pengelolaan Limbah Medis COVID-19

TAGGED: Hukum Administrasi, Hukum Pidana, KPK, Perancangan Peraturan
Shofi Munawwir Effendi September 19, 2019
Share this Article
Facebook TwitterEmail Print
What do you think?
Love0
Happy0
Surprise0
Sad0
Embarrass0
Posted by Shofi Munawwir Effendi
Follow:
Lebih akrab dengan sapaan Shofi Hoo. Lahir di kota terpencil tak membuat hatinya kecil. Lahir di daerah tertinggal tak membuat semangatnya pudar. Bangga menjadi minoritas yang terbuang, terpinggirkan, tersisihkan.
Previous Article East Java Varsities English Debate 2019
Next Article Kilas Balik: Kasus Pembunuhan Jamal Khashoggi Menciderai Hukum Internasional

Our Social Media

Facebook Like
Twitter Follow
Instagram Follow
Youtube Subscribe

Latest News

Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?
Spotlights
Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup
Spotlights
Konvensi Jenewa sebagai Sumber Hukum Humaniter Internasional
Insights
Negara dalam Hukum Internasional
Insights
Mengenal Leges Duodecim Tabularum: Hukum Tertulis Pertama Romawi Karena Konflik Antarkelas
Insights
Mendesak Pembatalan Megaproyek Ibu Kota Negara
Current Issues
Kerangka Kerja Regulasi Penanganan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
Tantangan Pengelolaan Limbah Medis COVID-19
Spotlights
UU TPKS: Terobosan Pemberantasan Kekerasan Seksual di Indonesia
Current Issues
Ancaman Perlindungan Hak-hak Buruh dalam UU Cipta Kerja
Spotlights
Kriminalisasi Pencemaran Nama Baik Atas Pernyataan di Media Sosial
Spotlights
Tradisi Pamer Tersangka Melalui Konferensi Pers di Indonesia
Spotlights
Pelanggaran HAM Berat di Papua dan Respon di PBB
Spotlights
10 Program Studi Hukum Terbaik di Asia Tenggara, UNAIR Terbaik di Indonesia
Fun Facts
Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Perspektif Demokrasi dan Konstitusionalisme
Spotlights

Baca artikel lainnya

Spotlights

Dilema Presidential Treshold: Dihapus atau Dikurangi?

1 minggu ago
Spotlights

Polemik Penerapan Hukuman Mati dan Hak Untuk Hidup

2 minggu ago
Current Issues

Mendesak Pembatalan Megaproyek Ibu Kota Negara

3 minggu ago
Spotlights

Kerangka Kerja Regulasi Penanganan Limbah Medis COVID-19

3 minggu ago
Follow US

© Kawan Hukum Indonesia 2019-2022. All Rights Reserved.

Join Us!

Subscribe to our newsletter and never miss our latest news, podcasts etc..

[mc4wp_form]
Zero spam, Unsubscribe at any time.

Removed from reading list

Undo
Welcome Back!

Masuk ke akun anda

Register Lost your password?