Namun dalam konteks demokrasi lokal Indonesia, peneliti berkeyakinan, bahwa hubungan coat-tail effect ini akan dapat bersambung kepada Pilkada serentak, yang dilaksanakan berbarengan dengan pemilu serentak. Dengan terjadi demikian, maka keberlakuan Pilkada serentak yang dibarengkan dengan pemilu serentak akan mengaburkan, dan semakin mengubur semangat demokrasi lokal. Kemudian, hal itu juga akan diperparah dengan sentralisasi pemberitaan media yang sangat jarang mengorbitkan isu isu lokal dan kedaerahan.
Kesimpulan
Pemberlakuan Pemilihan Umum Serentak dan Pemilihan Kepala Daerah Serentak secara bersamaan di tahun 2024 akan mereduksi paradigma dan pengertian dari Karakteristik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) itu sendiri yang seharusnya dipahami berbeda, dan berdiri sendiri selain dari rezim hukum Pemilihan Umum (Pemilu). Perbarengan waktu pelaksanaan Pilkada serentak dan Pemilu serentak, meski tidak sepenuhnya bersamaan, akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kelangsungan demokrasi dan politik lokal di daerah. Begitu kuatnya arus politik dan isu nasional yang akan berpotensi semakin mengaburkan isu lokal kedaerahan, akan mengurangi atau bahkan mengubur semangat membangkitkan demokrasi lokal.
Referensi
Dini Suryani, Nyimas Latifah Letty Aziz, dan Ridho Imawan Hanafi, “Policy Paper: Menuju Pilkada Serentak Sebagai Bagian Pemilu Serentak Lokal,” Pusat Penelitian Politik, LIPI, 2018.
Linda Darmayanti, “Politik Hukum Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota,” Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2014.
Pangi Syarwi Chaniago, “Evaluasi Pilkada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015,” Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review 1, no. 2 (15 Juli 2016): hlm. 202, doi:10.15294/jpi.v1i2.6585.
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Menjadi Undang-Undang” (2016),