Tanggal 20 November 2020, pemerintah pusat melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Agama (Menag), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Kesehatan (Menkes) telah memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah dalam menentukan izin pembelajaran tatap muka.
Pertimbangannya bahwa pemerintah daerah dapat lebih sensitif dalam meninjau kondisi daerah dan masyarakatnya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim menyatakan bahwa pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan pada sektor pendidikan harus melalui pertimbangan yang holistik dan selaras dengan pengambilan kebijakan pada sektor lain di daerah. Artinya, syarat dibukanya kembali pembelajaran tatap muka kini hanya perlu mengantongi izin dari pemerintah daerah.
Penyelenggaraan Pendidikan dan Otonomi Seluas-luasnya
Jika menengok pasal 12 Ayat (1) UU Pemerintahan Daerah bahwa sesungguhnya penyelenggaraan pendidikan merupakan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah. Daerah memiliki hak dan kewajiban dalam menentukan arah kebijakan terkait penyelenggaraan pendidikan berdasarkan otonomi yang seluas-luasnya. Oleh sebab itu, memberikan kewenangan penuh kepada daerah dalam konteks penyelenggaraan pendidikan adalah langkah kebijakan yang sudah semestinya dilakukan.
Walaupun desentralisasi dan otonomi seluas-luasnya telah dijalankan dalam konteks pemerintah pusat menyerahkan urusan penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah daerah, persoalannya kemudian apakah desentralisasi dan otonomi daerah tersebut telah dilaksanakan dengan sebenar-benarnya oleh pemerintah daerah dengan mempertimbangkan tujuan mengapa pusat akhirnya melimpahkan kewenangan tersebut kepada pemerintah daerah. Percuma apabila otonomi seluas-luasnya diberikan kepada daerah, akan tetapi pemerintah daerah justru tidak bisa bersikap tegas dalam mengambil kebijakan khususnya terkait pembelajaran di masa kenormalan baru ini.
Ketika daerah sudah memiliki kewenangan itu, ternyata masih banyak pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewenangan itu dengan sebenar-benarnya bahkan pemerintah daerah tidak menghiraukan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat khususnya kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran di masa kenormalan baru. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah menempatkan pemerintah daerah sebagai frontliner dalam menampung dan memberikan respon dari masyarakat di daerah, maka sudah seharusnya pemerintah daerah melihat keresahan yang dirasakan oleh masyarakat daerah.
Dewasa ini, pembelajaran jarak jauh cukup banyak dikeluhkan oleh berbagai lapisan masyarakat, khususnya masyarakat desa. Mereka mengeluhkan kesulitan melaksanakan pembelajaran jarak jauh karena terkendala jaringan internet, dan tidak memiliki gadget atau laptop keadaan tersebut sangat timpang sekali apabila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan yang fasilitas daring mudah untuk diperoleh.
Selain itu, pembelajaran online tidak sesuai apabila diterapkan pada masyarakat desa. Selain karena fasilitas internet yang kurang memadai, belajar online ini pada akhirnya malah membuat siswa melakukan aktivitas yang kurang bermanfaat. Sebab, pengawasan orang tua kepada anak-anak pada jam belajar juga tidak bisa efektif karena ia harus membagi waktu untuk bekerja. Berbeda dengan masyarakat dengan kelas menengah atas yang bisa saja menggunakan jasa bimbingan belajar.
Keluhan-keluhan ini, seharusnya didengar dan menjadi pertimbangan pemerintah daerah. Selain untuk menjamin hak pendidikan siswa dapat terpenuhi dengan baik, juga agar tidak terjadi ketimpangan-ketimpangan dalam proses belajar. Di era kenormalan baru ini, Jika memang terpaksa melakukan belajar tatap muka, ada beberapa hal yang patut diperhitungkan dalam penyerahan keputusan pembukaan sekolah ke pemerintah daerah.