Gerakan reformasi tahun 1998 telah membawa bangsa Indonesia menuju suatu sistem pemerintahan yang jauh berbeda dengan sistem pemerintahan sebelum nya yaitu orde lama dan orde baru yang kita ketahui bersama-sama bahwa kedua orde tersebut sama-sama berlindung di balik konsitusi. Dan gerakan reformasi ini juga menginginkan sebuah reformasi di bidang konstitusi (amandemen UUD 1945). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa UUD 1945 selalu melahirkan pemerintahan yang otoriter dan korup. Jawaban singkat untuk pertanyaan ini adalah karena UUD 1945 tidak memuat secara ketat materi-materi yang secara substantial harus ada pada setiap konstitusi yakni perlindungan HAM dan pembatasan kekuasaan bagi penyelenggara negara.[1]
Perubahan UUD 1945, ada beberapa prinsip-prinsip atau asas-asas yang tidak boleh dilakukan perubahan atau di ganti dengan yang baru (mengikuti perkembangan zaman), karena para Founding Father yang tergabung dalam BPUPKI dan berubah menjadi PPKI telah bersama-sama menyepakati beberapa asas dan prinsip yang terkandung di dalam pembukaan dan isi dalam UUD 1945 tersebut. Langkah terobosan yang dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun (1999-2002). Beberapa perubahan penting dilakukan terhadap UUD 1945 agar UUD 1945 mampu menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Peranan DPR sebagai lembaga legislatif diperkuat, semua anggota DPR dipilih dalam pemilu, pengawasan terhadap presiden lebih diperketat, dan hak asasi manusia memperoleh jaminan yang semakin kuat.
Menurut K.C Wherae konstitusi merupakan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, kumpulan peraturan-peraturan yang mendasar dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan. Peraturanperaturan tersebut ada yang dimaknai hukum dan terdapat juga norma yang bersifat non-hukum. Konstitusi adalah resultan dari berbagai kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang berjalan pada waktu pembentukkannya. Dalam buku yang sama K.C. Wherae mengatakan terdapat beberapa metode perubahan konstitusi, yaitu : pertama, perubahan formal (amandemen formal), kedua, perubahan melalui penafsiran yudisial, dan ketiga, kebiasaan dan tradisi (konvensi ketatanegaraan).
Perubahan konstitusi sebuah negara bukanlah sebuah hal yang tabu dilakukan. Peristiwa ini hampir dilakukan oleh semua negara, karena sesungguhnya konstitusi bukanlah sebuah kitab suci yang selalu harus “disakralkan” dan tidak boleh disentuh untuk diubah. Indonesia sesungguhnya punya pengalaman yang panjang bagaimana konstitusi diubah dan diganti kemudian pernah juga disakralkan sebagai kitab suci keramat.[1]
Secara periodik perkembangan konstitusi Indonesia dibagi dalam beberapa periode:[1] konstitusi pertama, periode 18 agustus 1945-27 desember 1949. Disahkan pada 18 agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI), ketuanya, Ir. Soekarno, wakilnya Dr. M.Hatta. Nashkah UUD disiapkan BPUPKI utk persiapan kemerdekaan Indonesia. UUD yg disahkan PPKI dianggap sah karena merupakan hasil dari revolusi bangsa Indonesia utk merdeka dari penjajah. UUD bersifat sementara karena UUD yang tetap akan disahkan MPR. Konstitusi kedua: Merupakan UUD RIS 27 desember 1949 sampai dengan 17 agustus 1950.Konstitusi dihasilkan dari keinginan belanda utk berkuasa kembali di Indonesia melalui agresi militer I (1947) dan II (1948).Diadakan konferensi meja bundar di bawah PBB utk membahasa masalah Indonesia. menghasilkan tiga persetujuan pokok : (1). Mendirikan Republik Indonesia Serikat, (2). Penyerahan kedaulatan kepada RIS, (3). Didirikan negara uni antara RI dan kerajaan Belanda. Dibuat naskah UUD antara wakil RI (KNP) dan delegasi BFO. Konstitusi ini disetujui 14 desember 1949. Sejak 1950 tersusunlah naskah UUD RIS. Dengan berdirinya RIS maka RI tetap ada dan menjadi salah satu negara bagian dari RIS sama seperti Negara Indonesia Timur, negara pasundan, negara sumatera timur, negara jawa timur, dsb. UUD 1945 hanya berlaku dalam wilayah RI saja, diluar itu berlaku konstitusi RIS. Konstitusi RIS hanya bersifat sementara.[2]
Konstitusi ketiga : UUDS 1950. dibentuk utk menyatukan kembali bentuk negara kesatuan republik Indonesia karena RIS tidak bertahan lama.Naskah UUDS disahkan oleh BP KNP, DPR dan senat RIS pd 14 agustus 1950 dan mulai berlaku 27 agustus 1950. UUD 1950 merupakan perubahan atas UUD RIS melalui Psl 190, psl 127 (a) dan Pasal 191 mengatur tentang prosedur perubahan UUD RIS.
Konstitusi keempat : kembali ke UUD 1945 ( 5 juli 1959-19 oktober 1999).Situasi politik pasca pemilu 1955 utk memilih anggota konstituante tidak kondusif karena konstituante tidak dapat bersidang sebagamana mestinya Konstituante tidak berhasil merumuskan UUD yang tetap utk menggantikan UUDS 1950.Presiden Soekarno mengambil kebijakan mengeluarkan Dekrit Presiden melalui Kepres pada tanggal 5 juli 1959.[3] Dekrit presiden tersebut dapat diterima dan konstitusional sebagai keadaan yang bersifat staatsnoodrecht (hukum tata negara darurat).
Sejak Dekrit presiden 5 juli 1959 naskah UUD 1945 berlaku kembali konstitusi RI dan sebagai hukum tertinggi yang berlaku di NKRI. UUD 1945 masih tetap bersifat sementara dan kepada MPR diberi tugas kewenangan untuk menetapkan UUD 1945. Namun MPR sejak 1977-1997 tidak pernah melakukan tugasnya (sakralisasi UUD 1945.UUD 1945 disamping memiliki naskah pokok (batang tubuh) juga memiliki penjelasan. Menjadi perdebatan apakah penjelasan mrpkan bagian dri UUD 1945 atau tidak dan menjadi interpretasi autentik dari UUD 1945.Banyak materi muatan penjelasan UUD yang bertentangan dengan batang tubuh, misalnya. Istilah presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dalm sistem presidensil, tetapi dalm praktek menjadi sistem pemerintahn parlementer, termasuk juga sidang istimewa.[4]