Fast Track Legislation merupakan proses pembentukan UU melalui tahapan pembahasan yang dapat ditempuh secara kilat untuk menghindari proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang cepat sehingga menimbulkan kesan serampangan. Konsep fast track legislation berfungsi ketika Negara mengalami peristiwa/keadaan yang darurat dan sangat mendesak yang dapat mengganggu keberlangsungan bernegara. Diskursus ini relevan saat ini karena mengingat masifnya praktik legislasi yang cepat dan bernuansa politis di Indonesia dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Dengan hadirnya konsep fast track legislation setidaknya membatasi dan memberikan kewenangan terhadap apa saja yang dapat dikatakan sebagai proses legislasi yang cepat. Konsep ini memang serupa dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dimiliki Presiden namun dalam suatu UU yang dibahas menggunakan fast track legislation tersebut berbeda dengan kegentingan yang memaksa yang menjadi ruang lingkup Perppu yang dimiliki Presiden sebagaimana Pasal 22 UUD 1945. Karena sejatinya Perppu merupakan peraturan pemerintah yang diberi kewenangan sama dengan UU.
Kegentingan yang dimiliki oleh suatu UU yang akan dibahas melalui mekanisme fast track legislation ini tidaklah sama dengan Perppu karena ditujukan secara substansial maupun formal pembentukannya melalui proses legislasi bersama dengan legislatif. Sejatinya menegaskan bahwa kewenangan penyusunan UU untuk merespon peristiwa yang mendesak kepada lembaga legislatif di Indonesia merupakan penegasan pelaksanaan sistem presidensiil secara murni. Adanya Perppu sebagai produk legislasi merespon peristiwa mendesak yang dimiliki eksekutif menggambarkan adanya disparitas kewenangan antara lembaga legislatif dan eksekutif di Indonesia dalam sistem presidensil di Indonesia. Padahal dalam sistem presidensil penekanannya adalah adanya pemisahan kekuasaan yang jelas antara pemegang kekuasaan legislatif dengan pemegang kekuasaan eksekutif