Berdasarkan konsepsi kebijakan kriminal sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan melalui sarana penal (pidana) dan non penal (upaya lainnya). Tentu sangat berkorelasi dengan tugas Polisi Siber yang berpatroli di dunia maya untuk menegur hingga menindak apabila terdapat potensi pelanggaran UU ITE.
Apakah salah? Saya rasa tidak, bahkan saya berpendapat keberadaan Polisi Siber selaras dengan konsepsi kebijakan kriminal di Indonesia. Di sisi lain, implementasi penegakan hukum yang begitu keras terhadap kebebasan berekspresi sebagai salah satu ciri demokrasi juga harus diperhatikan dengan lebih arif. Mari ditinjau bersama, apakah penegakan hukum oleh Polisi Siber kedepan akan mengedepankan sarana penal atau mengkombinasikan sarana penal dan non-penal.
Begitu banyak masalah kejahatan siber yang menanti untuk ditindak lanjuti, baik itu kejahatan kelompok computer crime seperti; peretasan sistem elektronik (hacking), intersepsi ilegal (illegal interception), pengubahan tampilan situs web (web defacement), gangguan sistem (system interference), manipulasi data (data manipulation).
Maupun kejahatan kelompok computer-related crime, seperti; seperti pornografi dalam jaringan (online pornography), perjudian dalam jaringan (online gamble), pencemaran nama baik (online defamation), pemerasan dalam jaringan (online extortion), penipuan dalam jaringan (online fraud), ujaran kebencian (hate speech), pengancaman dalam jaringan (online threat), akses ilegal (illegal access), pencurian data (data theft).
Saya bekesimpulan beban tugas Polisi Siber kedepan sangatlah luar biasa. Era yang semakin maju akan menghasilkan dinamika sosial yang semakin beragam pula, tidak terkecuali kejahatan-kejahatan jenis baru. Sehingga memerlukan kesigapan dan progresifitas penegakan hukum, lantas apakah Polisi Siber hanya akan berkutat mengurusi persoalan-persoalan konten yang dianggap provokatif sekaligus menguatkan asumsi publik terhadap kemunduran demokrasi? Rasanya perlu sikap yang arif dan teliti dalam penegakan hukum nantinya. Jangan sampai terjadi ketimpangan penindakan hanya karena kepentingan politik dinilai lebih terancam. Bukankah kedudukan semua warga negara dinilai sama di depan hukum? Maka dari itu, mari berbenah dan melihat potensi kejahatan siber secara lebih jernih lagi ke depan.