Wakil ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam acara ILC (Indonesia Lawyer Club) menyampaikan beberapa gagasan dan argumennya mewakili institusinya mengenai penggunaan Pasal 12 huruf a dan b. Beliau menyampaikan bahwa karena faktanya yang disebut memperkaya diri secara melawan hukum adalah peristiwa atau perbuatan penyelenggara negara yang merugikan keuangan negara yang dananya langsung didapatkan dari APBN.
Akan tetapi, dalam kasus ini uang dari APBN sudah ‘mengucur’ kepada rekanan atau partner dalam pengadaan bansos. Lalu, uang dari rekanan tersebut sebagian diberikan kepada Ex-Mensos berupa kick-back dan hal tersebut disebut penyuapan, bukan tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Jika APBN dicairkan kepada seseorang sebagai rekanan, dan sebagian diberikan kepada penyelenggara negara oleh rekanan maka hal itu dapat dikatakan sebagai penyuapan atau gratifikasi. Namun, beliau menegaskan bahwa peristiwa atau kasus ini dapat berkembang seiring proses penyelidikan dan tidak menutup kemungkinan bahwa KPK akan menjerat menggunakan Pasal 2 UU Tipikor, hal itu tergantung pada bagaimana pembuktiannya apakah terdapat kesepakatan antara Ex-Mensos dengan partner atau rekanannya. Itulah sebabnya untuk saat ini KPK menggunakan Pasal 12 huruf a atau b dalam menjerat Juliari P. Batubara.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud M.D. juga menyampaikan gagasan atau pendapatnya mengenai penggunaan pasal tersebut. Menurut beliau, jika korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu sesuai dengan bunyi Pasal 2 ayat (2) memang bisa dijatuhi hukuman mati. “Keadaan tertentu” menurut Mahfud ada empat jenis yang memang tidak secara langsung bisa diterapkan dalam kasus ini. Pertama adalah keadaan bahaya, namun saat ini Indonesia masih tidak bisa dikatakan dalam status bahaya.
Kedua adalah sedang terjadi bencana alam nasional, saat ini pemerintah sudah menyampaikan bahwa COVID-19 merupakan bencana non-alam. Ketiga adalah negara dalam keadaan krisis ekonomi dan krisis moneter. Saat ini negara sedang resesi yang secara teknik tidak sama dengan krisis ekonomi. Resesi adalah keadaan dimana pertumbuhan ekonomi di suatu negara mengalami minus dua kuartal berturut-turut. “Mungkin ketua KPK masih sulit dalam menafsirkan ‘keadaan berbahaya’ ini, oleh karena itu KPK mendakwakan menggunakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11”, kata beliau.
Jadi, pihak KPK berpendapat bahwa penjatuhan Pasal 2 kepada Juliari P. Batubara masih belum bisa diterapkan saat ini karena proses penyelidikan yang masih berlangsung. Sehingga, KPK untuk sementara waktu berdasarkan temuannya masih menjerat Julari P. Batubara menggunakan pasal penyuapan yaitu Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kita sebagai warga negara juga wajib untuk mengawasi kinerja dari KPK dalam kasus ini karena kasus ini merupakan kasus yang sangat keji. Semoga KPK dan aparat penegak hukum yang bekerja bisa mengungkap kasus ini dan menjerat para koruptor pengadaan bansos COVID-19 seadil-adilnya sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.