Di era revolusi industri 4.0 ini, teknologi bukan lagi sebuah hal yang aneh atau bahkan sudah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan masyarakat. Semua kalangan seperti dipaksa untuk dapat menggunakan teknologi tersebut. Fasilitas tersebut dapat dalam berbagai aspek kehidupan entah itu dalam bidang pendidikan, ekonomi, bahkan dalam dunia hukum teknologi mulai digunakan dimana-mana.
Ditambah lagi dengan pandemi COVID-19, teknologi semakin dipergunakan secara luas. Dalam pandemi ini pun muncul adanya sebuah persidangan daring yang dianggap menjadi sebuah hal baru.
Selain itu, walaupun persidangan diselenggarakan secara daring, etika profesi hukum harus diperhatikan. Ditambah lagi dengan banyaknya kasus-kasus dalam hal pelanggaran etika-etika yang ada. Etika dalam kehidupan itu amat sangat penting, apalagi dalam sebuah profesi yang kemudian mencerminkan bagaimana orang tersebut memiliki sebuah jalan hidup yang baik. Dalam hukum, sebuah etika dalam berprofesi amat sangat dibutuhkan. Dengan adanya etika ini, membuat perilaku seorang penegak hukum menjadi lebih tertata dan tidak berlaku semena-mena kepada golongan tertentu yang kemudian menjadi sebuah gambaran bahwa penegak hukum itu dapat menegakkan sebuah keadilan.
Permasalahan Persidangan Daring
Persidangan daring dianggap dapat menjadi sebuah terobosan yang positif, dilihat dari bagaimana buruknya keadaan Indonesia di masa pandemi ini. Namun, melalui persidangan daring ini, masih banyak kekurangan yang muncul didalamnya. Persidangan daring ini membutuhkan jaringan internet yang stabil, kurang maksimalnya pembuktian saat sidang, dan bahkan rentan terhadap sebuah peretasan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.