Pada pelaksanaan paket bansos periode pertama, fee sebesar Rp 12 miliar diterima oleh Juliari yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus melalui Adi dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar. Pemberian uang tersebut dikelola oleh Eko dan Shelvy sebagai orang kepercayaan Juliari sekaligus menjabat sebagai Sekretaris di Kemensos.
Uang tersebut digunakan Juliari untuk membayar beberapa kebutuhan pribadi. Dalam periode kedua pelaksanaan paket sembako tersebut, terkumpul uang fee dari bulan Oktober – Desember 2020 yang totalnya mencapai Rp 8,8 miliar yang diduga uang tersebut juga digunakan Juliari untuk kepentingan pribadi. Menurut KPK, Juliari disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Dilansir dari cnnindonesia.com)
Pertanyaan yang selalu disampaikan oleh publik, mengapa KPK tidak menjerat Juliari P. Batubara menggunakan Pasal 2 yang dimana terdapat sanksi pidana mati dalam pasal tersebut? Mengapa KPK lebih memilih menjerat Juliari P. Batubara menggunakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b UU Tipikor?
Pasal 2 UU UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 12 huruf a dan b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;