Indonesia sendiri memberikan perlindungan HAM dalam bentuk tertulis yang memuat aturan-aturan tentang HAM di dalam Undang-Undang Dasar NRI 1945 pasal 28 A – J, ketetapan MPR, undang-undang, dan dalam peratuan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kedudukan Legal Standing WNA di Indonesia
Di Indonesia, WNA dianggap tidak punya legal standing atas permohonan pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini diatur secara jelas dalam pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahmakah Konstitusi. Namun dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi pernah menerima permohonan pengujian undang-undang oleh warga negara asing. Hal ini terjadi dalam perkara No. 2/PUU-V/2007 yang diajukan oleh empat orang yaitu Edith Yunita Sianturi dan Rani Adriani, Myuran Sukumaran dan Andre Chan. Dua terkahir adalah orang asing. WNA ini adalah tersangka kasus narkoba yang telah dijatuhi hukuman mati
Mereka menggugat undang-undang narkotika. Sebelum itu, mereka memberi pernyataan bahwa pasal 51 ayat (1) UU MK ini melanggar pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berisi “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama dihadapan hukum” Sehingga Dalil yang mereka kemukaan adalah bahwa “setiap orang”merujuk pada tidak hanya WNI namun juga WNA sehingga siapapun yang diadili oleh hukum Indonesia berhak untuk mengajuka upaya hukum yang disediakan oleh pemerintah tanpa ada diskiminasi.
Hakim MK dalam perkara ini diwarnai dissenting opinion. Hakim Harjino dan M. Laica Marzuki punya pendapat bahwa seharusnya MK menerima permohonan WNA tersebut. Harjono mengatakan bawa bab HAM mengguakan kata setiap orang sehingga jelas diberikan tidak hanya WNI namun juga WNA. Namun pada akhirnya MK memutuskan pemohon WNA tidak memiliki legal standing sehingga hasilnya permohonan menjadi tidak dapat diterima.