Sudah lebih dari sepekan publik digegerkan dengan anak driver ojek online (ojol) yang meninggal karena sate sianida. Bocah malang yang bernama Naba Faiz (10) menjadi korban salah sasaran atas percobaan tindak pidana pembunuhan oleh wanita berinisial NA (25) yang mana sebelumnya menargetkan seorang anggota kepolisian berinisial T, yang merupakan mantan kekasihnya. Berdasarkan kronologisnya perbuatan NA dilatarbelakangi oleh sakit hati lantaran T pernah menjalin hubungan dengannya namun menikah dengan perempuan lain. NA kemudian membeli racun berjenis Kalium Sianida (KCN) via online, kemudian mencampur racun tersebut ke sate yang akan ia kirimkan melalui ojol tanpa aplikasi atas nama Hamid kepada T. Karena T sedang berada diluar kota, ojol tersebut kemudian bertemu dengan istri pemilik rumah dengan menolak sate tersebut karena tidak merasa mengenal pengirimnya. Daripada mubazir, sate tersebut lantas dibawa pulang driver ojol.
Di rumah, sebungkus sate ia makan bersama istri dan dua anaknya begitu tiba waktu berbuka puasa. Istri dan anak bungsunya memakan sate dengan bumbu, lalu merasakan pahit hingga tenggorokan terbakar. Naba, kemudian lari ke kulkas dan minum. Seketika ia terjatuh, sedangkan istri Bandiman langsung muntah. Keduanya pun dilarikan ke RSUD Kota Yogyakarta. Namun nahas, nyawa Naba tak terselamatkan. Ia dinyatakan meninggal di hari yang sama ketika menyantap sate, sedangkan ibunya masih tertolong dan diperbolehkan pulang setelah mendapat perawatan medis.
Empat hari melakukan penyidikan, NA ditangkap Kepolisian Resor Bantul, DI Yogyakarta pada 30 April 2021. NA kemudian dijerat Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Sub-Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 tentang Perlindungan Anak, dengan hukuman mati atau paling lama 20 tahun penjara.
Pertanyaannya, apakah pelaku NA pantas diancam pidana mati?
Dalam teori pidana, suatu tindak pidana berdiri atas 2 unsur yakni Actus Reus (perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan) dan Mens Rea (sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan/niat jahat). Pada kasus ini Actus Reus-nya sudah jelas, namun yang perlu diperhatikan adalah Mens Rea. Karena menjadi unsur penting untuk menentukan pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana.