Semakin kuatnya ombak pergerakan LGBT ini menjadi hal yang perlu diperhatikan secara serius, mengingat kelompok minoritas seksual LGBT kerap mendapatkan berbagai perlakuan diskriminatif.
LGBT dan Bangsa Berdasarkan Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia patut dijiwai sebagai nilai dan falsafah hidup setiap manusia Indonesia. Pada hakikatnya, Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila memberikan perlindungan terhadap manusia. Secara pasif melindungi dari tindakan sewenang-wenang, dan secara aktif menciptakan tatanan sosial yang setara untuk seluruh elemen bangsa berdasarkan nilai-nilai luhur ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan dan keadilan yang menjadikan seluruh pribadi mampu mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara keseluruhan (Sujana, et al., 2018).
Pancasila memandang bahwa seluruh individu sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban setara dan harus dilihat sebagaimana ia adanya.
Fenomena sosial keberadaan kelompok LGBT telah dipahami oleh peradaban manusia sebagai fenomena yang alami dan telah terjadi sejak jaman dahulu, sama halnya seperti topografi dimana terdapat gunung, palung, dan dataran rendah. Dalam paradigma hak asasi manusia, fenomena ini harus dilihat secara keseluruhan. Gunung tidaklah menganggap rendah sungai dan lautan, begitupun palung yang tidak menganggap bahwa gunung adalah sesuatu hal yang harus dimusnahkan (Mahtaj, 2015).
Sebagai manusia Indonesia yang memiliki nilai luhur, hendaklah kita tidak mudah menjustifikasi suatu hal, meskipun dalam posisi yang dibenarkan tidaklah membuat kita bisa melakukan apapun kepada objek yang dianggap salah. Bangsa Indonesia hendaknya tidak menjadi hakim tanpa toga, tidak pula menjadi polisi tanpa lencana.
Bagaimana dengan Perlindungan Hak LGBT di Indonesia?
Hak sangat erat kaitannya dengan hak asasi manusia (HAM) yang tercantum dalam konstitusi Indonesia, UUD 1945. Konstitusi sebagai hukum tertinggi telah tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945) sehingga hukum diamini sebagai Panglima di Indonesia. Implementasi hukum yang dijadikan sebagai Panglima tertinggi di Indonesia adalah bahwa tidak ada yang dapat berada di atas hukum (no one is above the law) hal ini dimaksudkan untuk membatasi adanya kekuasaan yang absolut dan juga untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) karena HAM adalah hak kodrati yang dimiliki seorang manusia dan tak ada alasan lain manusia harus mendapat haknya selain bahwa ia hanyalah manusia (Jack Conelly, 1999).
Dalam undang-undang No.12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menjelaskan pengertian HAM bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Dan Pemerintah bertanggung jawab memenuhi HAM lalu pelaksanaannya dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undang (Pasal 28I Ayat 5 UUD 1945).