Termuat dalam Pasal 37 Ayat (6) UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dan turut diperjelas dalam Pasal 41 Ayat (7) PP No. 47 tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 bahwa, “dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu paling lama 30 hari.”
Terdapat dua implikasi dari frasa “wajib menyelesaikan” dari bunyi pasal tersebut, yakni pertama, Pemerintah Pusat bersama dengan DPR melimpahkan kewenangan kepada bupati/walikota setempat untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala desa, sebagai akibat adanya otonomi daerah. Pelimpahan Kewenangan ini, dalam konsep ketatanegaraan dapat disebut dengan desentralisasi (dijelaskan pula dalam Pasal 1 Ayat (8) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah).
Desentralisasi berimbas pada munculnya kemampuan daerah otonom untuk mengatur serta mengurus urusan pemerintahan dalam sistem ketatanegaraan. Tidak hanya itu, keberadaan asas otonomi juga melahirkan tugas pembantuan atau medebewind sebagai bentuk penanggulangan atas keterbatasan jangkauan aparatur Pemerintah Pusat ke daerah.
Kedua, dalam disiplin ilmu peraturan perundang-undangan, frasa “wajib menyelesaikan” menimbulkan pelimpahan kewenangan legislasi. Hal ini menujukkan perlu adanya peraturan lebih lanjut/ peraturan pelaksana untuk mengatur pelaksanaan dari Pasal 37 Ayat (6) UU a quo serta Pasal 41 Ayat (7) PP 47 tahun 2015.
Dalam hal ini, kewenangan telah dilimpahkan dari legislator utama (DPR bersama Presiden) kepada legislator sekunder (Kepala Daerah). Konsep ini biasa disebut dengan legislative delegation of rule-making power (Ni’matul Huda & Riri Nazriyah, Teori & Pengujian Peraturan Perundang-undangan, 2011: 93). Sehingga sah-sah saja apabila dalam menyelesaikan perselisihan pemilihan kepala desa, dibentuk peraturan daerah kabupaten/ kota. Telah terjadi misalnya di Sleman, penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa telah diatur dengan Perda Kab. Sleman No. 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa. Kendati demikian, status quo penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa belum menjawab semua permasalahan yang ada.
Status Quo Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa
Desa memegang peranan penting dalam sistem pemerintah daerah, yakni sebagai kaki dasar negara Indonesia. Penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa hingga saat ini belum menjadi fokus perhatian daerah, padahal merupakan hal yang penting. Berdasarkan wawancara bersama Gugun El Guyanie, Sekretaris LPBH PWNU DIY, pada 4 Februari 2020 lalu, praktik penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa saat ini cenderung dilempar-lempar dan menuai ketidakjelasan.