Pilihan hukum atau choice of law menurut Sudargo Gautama didasarkan pada beberapa alasan, pertama, yang bersifat falsafah, kedua yang bersifat praktis, ketiga bersifat kebutuhan, yaitu sebagai kebutuhan untuk melakukan transaksi internasional.
Terdapat beberapa keadaan yang berhubungan dengan hukum yang berlaku pada hukum kontrak internasional yakni macam pilihan hukum berdasarkan bentuknya seperti yang disampaikan oleh Huala Adolf.
Pilihan hukum yang dinyatakan secara tegas oleh para pihak (uitdrukkelijk met zovele woorden).
Tujuan dari klausul pilihan hukum adalah untuk menentukan sistem hukum negara mana atau konvensi internasional mana yang akan diberlakukan untuk menyelesaikan sengketa, oleh karenanya para hakim yang ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dapat menerapkan hukum yang berlaku sesuai dengan isi kontrak dengan dasar prinsip pacta sunt servanda (kontrak yang dibuat oleh para pihak mengikat bagai undang-undang).
Para pihak mencantumkan klausul pilihan hukum secara tegas dalam kontrak internasionalnya dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
1. Hukum yang dipilih adalah hukum negara dari salah satu pihak;
2. Hukum yang dipilih diperbolehkan dari dua hukum yang berbeda;
3. Para pihak diperbolehkan memilih hukum negara pihak ketiga, dengan syarat harus ada kaitan yang sesuai dengan isi kontrak tersebut.
- Pilihan hukum secara diam-diam (stilzwijgend)
Pilihan hukum secara diam-diam ini para pihak tidak secara tegas memilih hukum negara mana ataupun konvensi internasional yang mana, namun pilihan hukum secara diam-diam ini dapat disimpulkan berdasarkan sikap dari isi dan bentuk kontrak. - Pilihan hukum diserahkan kepada pengadilan
Para pihak dapat menyerahkan pemilihan pilihan hukumnya kepada pengadilan apabila para pihak merasa kesulitan sehingga tidak dapat memutuskan pilihan hukum yang akan menyeleseaikan perkara sengketa yang terjadi antara kedua belah pihak. Diserahkan kepada pengadilan dimaksudkan bukan hanya pada forum pengadilan namun juga pada forum alternatif sengketa yang lain, sehingga pilihan hukum akan diputuskan oleh hakim yang ditunjuk. - Tidak ada pilihan hukum
Klausul pilihan hukum bukan merupakan salah satu syarat dari keabsahan kontrak, namun tidak adanya klausul ini dapat menimbulkan permasalahan mengenai hukum mana yang diterapkan apabila terjadi sengketa diantara para pihak. Terdapat lima teori mengenai tidak adanya pilihan hukum yang dikemukakan oleh Sudargo Gautama sebagai berikut: - The Proper Law Theory
Teori the proper law mengarahkan pilihan para pihak apabila tidak terdapat klausul pilihan hukum dalam kontrak yang telah dibuat maka hukum yang berlaku adalah hukum yang paling pantas dengan pertimbangan yang objektif dan logis. - Teori Lex Loci Contractus
Menurut teori ini, perjanjian/kontrak yang tidak dicantumkan klausul pilihan hukumnya, ditentukan oleh tempat dimana kontrak tersebut dilahirkan. - Teori Lex Loci Solutionis
Berbeda dengan teori lex loci contractus memutuskan pilihan hukum berdasarkan tempat ditandatanganinya kontrak, teori lex loci solutionis menentukan pilihan hukum berdasarkan tempat dimana kontrak tersebut dilaksankan. - Teori Lex Fori
Teori lex fori yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia merupakan hukum sang hakim, dimana pilihan hukum yang diterapkan merupakan pilihan hukum sang hakim sehingga dapat mengabaikan teori-teori sebelumnya dan keputusan yang diambil lebih cepat dan praktis. - Teori The Most Characteristic Connection
Teori the most characteristic connection merupakan teori yang oleh Sudargo Gautama dianggap sebagai teori yang paling sesuai dalam memutuskan pekara kontrak yang dihadapi oleh para pihak apabila tidak ditemukan klausul pilihan hukum dalam kontrak mereka. The most charasteristic connection mempunyai deskripsi sebagai penentuan pilihan hukum dimana dilihat dari pihak yang paling berkarakter atau pihak yang prestasinya lebih menonjol yang dipilih sebagai sistem hukum yang diterapkan.
United Nations Convention on Contracts for International Sale of Goods (CISG) Merupakan Lex Mercatoria Kontrak Jual Beli Internasional, Sedangkan definisi dan ruang lingkup dari kontrak jual beli barang yang berunsur internasional dapat ditelusuri pada konvensi CISG yaitu pasal 2 yang menerangkan mengenai pembatasan lingkup kontrak jual beli yang dimaksud oleh CISG yaitu sebagai berikut:
Sales of something other than, among other things, ships, aircraft and hovercraft, goods bought for family and personal use, or goods bought at auction.
Pengertian jual beli seperti dalam lingkup yang dikemukakan oleh CISG tersebut merupakan pengertian kontrak jual beli barang secara internasional yang dapat berlaku ketentuan hukum CISG. The United Nations Convention on Contract For The International Sale of Goods yang selanjutnya disebut dengan CISG merupakan konvensi PBB mengenai kontrak-kontrak untuk penjualan barang secara internasional yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1988 setelah negosiasi diantara negara-negara selama hampir 50 tahun.