Di tengah perdebatan yang panjang pun, ormas HTI dicabut status badan hukumnya Padahal jika kita melihat dengan mata terbuka, ketegangan-ketegangan tersebut merupakan buah dari tidak adanya kesamaan persepsi terhadap sebuah permasalahan. Kultur pendidikan keagamaan yang mulai mengendur, kurangnya kehadiran guru, mengakibatkan masyarakat khususnya masyarakat mudah menerima referensi keagamaan dan wawasan dari sumber yang tidak bertanggung jawab (Adiwilaga, 2017).
Pada akhirnya, kekacauan ini membuat masyarakat menjadi dua blok yang saling berlawanan. Padahal jika kita menelisik secara mendalam, umat muslim di Indonesia sangat menolak untuk mengubah negara Indonesia menjadi negara muslim. Bahkan, dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menolak tegas adanya upaya itu. Sehingga, perlu adanya persamaan persepsi bagi kaum Nasionalisme dan kaum yang masih memegang teguh Islamisme untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menelaah Eksistensi Pancasila Pada Masa Depan
Dalam kehidupan di Indonesia, kedudukan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara mengalami dinamika yang tak menentu dalam segi pemahaman serta pengamalannya. Setelah jatuhnya Pemerintahan Orde Baru, Pancasila seolah-olah hilang kendali dalam pusaran sejarah yang tidak relevan lagi. Parahnya, Pancasila sebagai sebuah ideologi kini semakin jarang untuk diucapkan, dikutip bahkan dibahas baik dalam konteks ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan (Widisuseno, 2014).
Eksistensi Pancasila kini semakin terpinggirkan dalam kehidupan bangsa Indonesia yang diwarnai dengan suasana demokrasi dan kebebasan politik. Pancasila yang dulu dibangga-banggakan sebagai dasar negara yang kokoh, kini nyaris kehilangan fungsi praktisnya, seolah hanya tinggal nama. Nasionalisme semakin luntur, primordialisme semakin menguat perkasa di Indonesia.
Di tengah pertarungan hebat antara ideologi di Indonesia, harus adanya upaya untuk memposisikan Pancasila kembali di bumi Ibu Pertiwi ini. Sejatinya, pembicaraan mengenai Pancasila bukanlah hal yang asing lagi, mengingat sudah banyaknya ahli membicarakan dasar negara kita ini. Ada yang menganggap indahnya kalimat yang tertuang Pancasila namun minusnya tindakan, dan banyak hal lainnya.
Eksistensi Pancasila semakin tergoyahkan dan menimbulkan keraguan dalam pemahaman serta penghayatan dalam nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya. Padahal jika kita melihat seperti negara China mereka tidak dipersatukan dalam keberagaman, lalu kita bandingkan dengan Indonesia yang bersatu dalam keberagaman dengan kesaktian Pancasila.
Pengembalian citra bagi Pancasila harus benar-benar dilakukan. Melepaskan sifat primordialisme merupakan sebuah tindakan yang harus benar-benar dilakukan untuk menyelamatkan Pancasila. Menurut Kuntowijoyo perlu adanya sebuah proses radikalisasi Pancasila atau dengan kata lain revolusi gagasan untuk menjadikan Pancasila menjadi kokoh berdiri. Sudah seharusnya Pancasila kembali bersinar untuk menyatukan rakyatnya, menjalankan pemerintah dan ekonomi dengan berlandaskan Pancasila dan menciptakan kehidupan hukum berdasarkan Pancasila.
Referensi