Singkat cerita, nih, polisi mengumumkan hasil visum dan hasilnya mengejutkan netizen dan para simpatisan Audrey! Mengapa? Polisi memaparkan tidak ada luka, lebam, memar, ataupun yang lainnya. Bahkan di daerah kemaluan yang katanya juga menjadi sasaran pelaku pun tidak ditemukan apa-apa. Hari ke hari muncul pula spekulasi baru, masyarakat di sini seperti terbagi dua. Ada yang pro, ada yang kontra. Kelompok yang kontra di sini mengumpulkan fakta-fakta terbaru yang mereka cari lewat akun sosmed Audrey.
Audrey pernah memberikan pernyataan bahwa ia sama sekali tidak mengenal para pelaku. Namun netizen menemukan Audrey pernah berfoto bersama dengan pelaku. Selain itu, anggapan khalayak tentang sosok Audrey yang polos nan lugu runtuh. Status fb dan postingan ig yang lama di akun Audrey menjadi viral. Tentu saja! Ternyata dari situ Audrey memang bukan anak lugu dan polos, cuitan-cuitannya tak pantas untuk anak yang duduk di bangku SMP. Dari sini, netizen dibuat geram apalagi yang pro dengan Audrey sebelumnya. Mereka merasa dibohongi oleh “bocah”. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, berkunjung ke Pontianak, Kalimantan Barat, untuk melihat langsung penanganan perkara Audrey ini. Menurut beliau, penganiayaan ini pada kenyataannya tidak seperti yang tersebar di media sosial.
Bagaimana kabar para pelaku?
Masyarakat terlanjur geram dan netizen sudah terlanjur menghujat mereka, memaki-maki. Mereka menolak untuk menandatangani kesepakatan diversi dan tidak menyetujui poin-poin di dalamnya. Mereka tidak merasa melakukan pengeroyokan, apalagi sampai 12 orang. Pihak keluarganya pun enggan menyetujui poin-poin tersebut. Selama kasus ini, para pelaku juga merasa tertekan dengan bullying maya dari netizen. Syukurlah, mereka masih mau untuk meminta maaf. Mereka juga berharap netizen tidak lagi menghakimi, apalagi melakukan ancaman verbal dan fisik. Polisi juga menetapkan bahwa ini hanyalah penganiayaan ringan, sebab tidak ditemukan luka parah yang dikhawatirkan para netizen. Menurut Kapolresta Pontianak, Kombes M. Anwar Nasir, ketiga tersangka dikenai Pasal 80 Ayat 1 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara 3,6 tahun.
Lantas, apa yang bisa disimpulkan? Dari sini, kita sebagai netizen perlu memandang kasus yang beredar dari dua sudut pandang. Jangan bergegas menghakimi pelaku. Kalo gini, kan jadi malu! Berasa dikerjain oleh segelintir bocah, ya ngga sih? Dari sini pula kita bisa beranggapan bahwa menjadi “anak kecil” bisa seenaknya. Benar, kan? Bebas menggiring opini publik, bebas membuat cerita ala-ala, bebas ngeroyok, bebas bandel tanpa khawatir masuk bui. Penegakan hukum Indonesia terhadap para pelaku di bawah umur masih sangat loyo. Jika jelas-jelas masuk kategori berat harusnya langsung saja masuk bui tanpa lewat diversi terlebih dahulu. Di luar sana masih banyak kasus-kasus perundungan seperti ini yang jauh lebih parah dan jauh dari kata drama dan berakhir tidak adil bagi pihak korban. Sayangnya, tidak mendapat perhatian kita.