Ada kalanya juga seorang pekerja mendapatkan THR tidak sesuai dengan Hari Raya Keagamaanya yang dirayakan agamanya. Tetapi pengusaha dan pekerja harus mempunyai kesepakatan yang ditentukan lain seperti yang disebutkan dalam pasal 5 ayat 3 Permenaker 6/2016. Kesepakatan ini harus dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Jadi, jika ada kesepakatan anda dan pengusaha bahwa THR anda dibayarkan bersamaan dengan hari raya keagamaan lain, maka anda mendapatkan THR dihari raya keagamaan yang disepakati itu.
Ada beberapa modus perusahaan atau pengusaha yang berusaha menghindari memberikan THR kepada pekerja seperti, Pertama, pengusaha tidak memperpanjang kontrak pekerja yang habis sebelum memasuki hari raya keagamaan. Biasanya status kontrak mereka di-cut terlebih dahulu, setelah hari raya keagamaan selesai maka para pekerja dipekerjakan atau diangkat kembali. Kedua, meskipun pemberian THR sudah diatur untuk diberikan tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Namun pemberian THR dengan sengaja diberikan saat mendekati hari raya kegamaan. Bahkan ada juga yang memberikan pada saat hari raya keagamaan sudah selesai.
Kemenaker menyediakan posko pengaduan ditujukan untuk menampung keluhan pekerja terkait permasalahan THR, seperti yang tidak kunjung diberikan atau tidak sesuai dengan aturan. Kemenaker akan membuka layanan konsultasi dan menindaklanjuti. Setelah itu Kemenaker akan berkoordinasi dengan pengusaha atau pemberi kerja soal pemberian THR kepada pekerja mereka.
Karena THR memiliki hukum yang wajib, maka jika ada perusahaan yang telat membayar THR akan dikenakan sanksi. Termuat dalam Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam aturan tersebut diatur bila pengusaha yang telat membayar THR dikenakan denda sebesar lima persen dari total THR keagamaan. Hal ini juga harus diberikan sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha.
Pemutusan hubungan kerja terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditetapkan di perjanjian tidak menimbulkan masalah. Hal ini disebabkan karena kedua belah pihak sama-sama menyadari hal tersebut. Tetapi jika dikaitkan dengan peraturan pelaksanaan terhadap ketentuan THR bagi pekerja di perusahaan masih terdapat celah dalam rumusan Pasal 7 ayat (3) Permenaker 6/2016. Ayat itu tidak memberikan perlindungan hukum bagi pekerja yang statusnya dalam perjanjian kerja waktu tertentu telah mengalami pemutusan dan tidak memperoleh THR.
Terdapat rumusan masalah. Pertama, Apakah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah menetapkan perlindungan hukum bagi Pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk mendapatkan Tunjangan Hari Raya?. Kedua, Apakah Pekerja dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang diputus hubungan kerjanya sebelum 30 hari raya keagamaan tidak bertentangan dengan Hak Konstitusional pekerja?.