Jaksa merupakan salah satu profesi yang sangat berperan dalam persidangan. Di dalam sebuah persidangan jaksa memiliki dua tugas sekaligus yaitu sebagai penuntut umum dan eksekutor. Sebagai penuntut umum tugas jaksa melakukan penuntutan dan melaksanakan ketetapan hakim di persidangan sedangkan jaksa sebagai eksekutor berarti melakukan putusan persidangan atas dasar kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini, jaksa juga berwenang melakukan penyidikan lanjutan pada perkara kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran hukum.
Disamping itu, terdapat profesi hakim yang mana profesi ini dianggap sebagai profesi yang sangat mulia. Dalam sebuah persidangan di pengadilan hakim dianggap sebagai ‘wakil’ Tuhan di dunia. Hakim dalam melaksanakan tugasnya harus memegang beberapa prinsip kode etik yakni: berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, berperilaku rendah hati, bersikap mandiri, bersikap profesional, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, berdisiplin tinggi, dan menjunjung tinggi harga diri. Pentingnya kode etik diterpakan hakim dalam memberikan putusan untuk menghasilkan putusan yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa.
Pengaruh Putusan Hakim atas Keadilan
Kasus kepemilikan serta penggunaan narkoba pernah terjadi di Surabaya. Kasus yang menjerat lima orang terdakwa antara lain Supriyanto, M. Riz Arochman, M. Farid Aprianto, Jaya Sakti dan Bagus Irawan. Dalam kasus tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pompy Palansky memberikan tuntutan rendah kepada terdakwa dengan pasal 112 ayat 1 juncto 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mana masing-masing dari mereka mendapat hukuman 2 tahun penjara. Tuntutan inilah yang mendasari majelis hakim memberikan putusan hukuman rendah kepada terdakwa.
Akibat vonis ringan yang diberikan hakim kepada terdakwa akan meningkatkan jumlah pengguna narkoba. Bahkan dari balik jeruji besi bandar narkoba masih bisa bertransaksi dengan para pembelinya. Kelalaian – kelalaian yang dilakukan oleh aparat penegak hukum tentunya bertolak belakang dengan program pemerintah yang ingin memberantas narkoba di Indonesia demi masa depan generasi muda. Apabila peredaran narkoba dibiarkan terus menerus maka akan mengakibatkan negara Indonesia hancur secara perlahan.
Peristiwa ditangkapnya public figure Jennifer Dun atau biasa disapa Jedun juga menghebohkan publik pada tahun 2018 lalu. Pasalnya Jedun sudah dua kali keluar masuk penjara karena kasus narkoba. Jedun ditangkap bersama dengan Raditya (Tio) saat sedang mengonsumsi narkoba jenis sabu. Namun, dalam putusan majelis hakim Jedun mendapat vonis ringan yaitu penjara selama 8 bulan sedangakan Tio mendapat vonis 5 tahun penjara.